Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan biaya untuk membangun kembali sistem layanan kesehatan di Jalur Gaza akan melampaui USD 7 miliar atau setara lebih dari Rp 114 triliun. Angka itu mencakup kebutuhan darurat kemanusiaan, pemulihan awal, hingga pembangunan jangka panjang infrastruktur kesehatan yang hancur akibat agresi Israel.
Dalam konferensi pers, Direktur Regional WHO untuk Mediterania Timur, Hanan Balkhy, menegaskan bahwa pemulihan kesehatan Gaza adalah operasi besar yang tidak bisa ditunda.
“Langkah pertama adalah menghidupkan kembali rumah sakit, sambil dalam waktu yang sama menangani krisis kelaparan dan malnutrisi,” kata Balkhy.
WHO menyebut situasi gizi di Gaza kini sudah memasuki fase kritis. Sejak Januari lalu, 455 warga Palestina meninggal akibat kekurangan gizi, termasuk 151 anak-anak, sebagian besar balita di bawah usia lima tahun.
Balkhy menegaskan WHO tetap hadir di Gaza sepanjang perang berlangsung.
“Kami tidak pernah meninggalkan Gaza. WHO menjadi penyedia utama obat-obatan dan pasokan medis di tengah kehancuran. Lebih dari 22 juta tindakan perawatan dan operasi kami dukung selama perang,” ucapnya.
Sistem kesehatan Gaza kini nyaris lumpuh setelah lebih dari 85% fasilitas medis hancur akibat serangan Israel. WHO memperingatkan bahwa tanpa dukungan internasional dalam pendanaan dan akses bantuan kemanusiaan yang bebas dari hambatan, warga Gaza terancam memasuki bencana kesehatan yang lebih buruk lagi.
Sumber: Qatar News Agency (QNA)