Aktivis yang ikut dalam Global Sumud Flotilla sepakat bahwa mereka mendapat perlakuan buruk setelah diculik oleh militer Israel.
Aktivis asal Tunisia, Muhammad Ali Mohieddin, yang dibebaskan setelah diculik, menyebutkan bahwa dirinya dan peserta lain mengalami kekerasan dan kelaparan, bahkan meminum air limbah. Ia mengatakan, “Perjalanan interogasi oleh militer Israel melelahkan dan panjang. Mereka memberi kami sepotong roti kecil di pagi hari dan satu lagi sebagai makan kedua, airnya berasal dari saluran pembuangan.”
Mohieddin juga mengalami kekerasan saat memberitahu Israel bahwa mereka akan datang ke Gaza dalam beberapa gelombang.
Jurnalis Amerika Abby Martin menekankan bahwa perlakuan buruk Israel terhadap aktivis flotilla adalah “bukti impunitas” Israel. Ia menambahkan bahwa penghinaan dan tuduhan teroris terhadap mereka mencerminkan sifat sadis dan patologis masyarakat yang tenggelam dalam kekuasaan dan genosida.
Martin menyebut situasi di Gaza sebagai “kengerian dan kekejaman yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.”
Dalam konteks yang sama, 21 aktivis Spanyol dari 49 orang yang ikut flotilla yang diculik Israel kembali ke Madrid. Aktivis tersebut melaporkan mengalami kekerasan fisik dan psikologis selama penahanan, termasuk dipukul, digiring di lantai, mata ditutup, dan tangan serta kaki diborgol.
Kelompok aktivis flotilla juga menyatakan kondisi penahanan yang “tidak manusiawi dan merendahkan martabat” bagi para peserta. Aktivis Kanada Devony Ellis menegaskan bahwa para aktivis akan terus berlayar sampai genosida yang dilakukan Israel di Gaza selama dua tahun berakhir.
Kapal “Al-Dhamir” yang ditumpangi simbolik bagi pekerja kesehatan dan jurnalis yang berlayar untuk mematahkan blokade Israel dan menghentikan pembantaian di Gaza.
Sumber: Al Jazeera