Kementerian Kesehatan Gaza pada Senin mengirimkan seruan darurat kepada Kerajaan Yordania: pasokan darah di Gaza sudah mencapai titik nol. Dalam beberapa hari mendatang, bank darah dipastikan berhenti total akibat kekurangan akut, sementara ribuan pasien dan korban luka menunggu transfusi sebagai penentu hidup dan mati.
“ Kami memohon kepada saudara-saudara kami di Yordania untuk segera mengirimkan unit darah, kantong penyimpanan, serta perlengkapan uji dan distribusinya. Keterlambatan berarti kehilangan nyawa mereka yang sangat membutuhkannya,” tegas pernyataan resmi Kementerian Kesehatan Gaza.
Setiap hari, Gaza membutuhkan setidaknya 350 unit darah untuk operasi darurat dan perawatan korban luka yang terus bertambah. Tanpa itu, bencana kemanusiaan akan segera meledak di rumah sakit-rumah sakit yang sudah hampir lumpuh.
Gaza menaruh harapan pada respons cepat dari Yordania—yang selama ini berdiri teguh bersama rakyat Palestina. “Kami yakin, seperti sebelumnya, Yordania akan menjadi tali penyelamat bagi ribuan jiwa di Gaza. Kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Kerajaan Yordania, baik pemerintah maupun rakyatnya, atas sikap terhormat dan dukungan kemanusiaan yang tidak pernah berhenti,” lanjut pernyataan itu.
Sejak Mei 2024, Israel menguasai sisi Palestina dari perbatasan Rafah, memblokir masuknya bantuan medis, obat-obatan, hingga melarang pasien keluar untuk berobat. Situasi diperparah oleh penghancuran sistematis rumah sakit, penargetan tenaga medis, serta penangkapan sebagian di antaranya.
Dengan dukungan penuh Amerika Serikat, Israel sejak 7 Oktober 2023 menjalankan genosida yang telah merenggut 64.905 syahid dan melukai 164.926 orang, mayoritas anak-anak dan perempuan. Kelaparan pun menjadi senjata lain, merenggut 425 jiwa, termasuk 145 anak.
Kini, Gaza mengulurkan tangan. Ia tidak meminta apa-apa selain setetes darah yang bisa menyelamatkan kehidupan.