Ratusan pemukim Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi) turun ke jalan menolak kewajiban wajib militer di tentara Israel. Mereka memblokade jalan utama di Bnei Brak, kawasan timur Tel Aviv yang dikenal sebagai pusat komunitas Haredi.
Media Israel Yedioth Ahronoth melaporkan, para demonstran menutup jalur utama Jalan Raya 4. Polisi berulang kali meminta massa membuka akses jalan, namun tidak diindahkan. Otoritas setempat bahkan mengancam akan melakukan penangkapan.
Laporan lembaga penyiaran resmi Israel menambahkan, para demonstran juga menutup simpang Givat Shmuel dan membentangkan spanduk bertuliskan, “Kami rela mati, tapi tidak akan ikut wajib militer.”
Aksi ini muncul di tengah krisis serius yang dihadapi militer Israel: kekurangan personel hingga 10–12 ribu tentara, di saat sebagian besar pasukan cadangan mengalami kelelahan, tekanan mental, hingga depresi akibat perang berkepanjangan di Gaza.
Penolakan Haredi semakin menguat pasca putusan Mahkamah Agung Israel, 25 Juni 2024, yang mewajibkan mereka ikut wajib militer serta menghentikan bantuan finansial bagi lembaga-lembaga keagamaan yang menolak mengirim siswa ke dinas ketentaraan.
Komunitas Haredi, yang mencakup sekitar 13% populasi Israel (10 juta jiwa), berpegang pada keyakinan bahwa hidup mereka harus dikhususkan untuk studi Taurat. Mereka menilai keterlibatan di militer dan integrasi ke masyarakat sekuler mengancam identitas religius mereka. Selama puluhan tahun, mereka lolos dari wajib militer dengan alasan studi agama hingga mencapai usia bebas dinas (26 tahun).
Kebijakan pengecualian ini menuai kritik luas, baik dari oposisi maupun sebagian koalisi pemerintahan Netanyahu, yang menyebutnya diskriminatif dan memicu ketidakadilan sosial.
Di sisi lain, situasi di Gaza terus membara. Sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, hampir setiap hari merilis dokumentasi serangan yang menewaskan dan melukai tentara Israel sejak operasi darat dimulai pada 27 Oktober 2023.
Sumber: Anadolu Agency