Kanal 12 Israel melaporkan bahwa Tel Aviv tengah menjalin komunikasi dengan empat negara serta wilayah Somaliland (yang memproklamasikan kemerdekaan dari Somalia pada 1991 namun belum diakui secara internasional) untuk membahas kemungkinan memindahkan warga Palestina dari Jalur Gaza.
Menurut laporan yang dirilis Rabu (13/8), ada “kemajuan” pembicaraan dengan Indonesia dan Somaliland, sementara negara lain yang disebut ikut didekati adalah Libya, Uganda, dan Sudan Selatan. Sumber Israel yang dikutip (tanpa disebut namanya) mengklaim bahwa sebagian negara kini “lebih terbuka” dibanding sebelumnya untuk menampung pengungsi Palestina dari Gaza.
Meski demikian, hingga kini belum ada kesepakatan yang dicapai. Dari negara-negara yang disebut, hanya Sudan Selatan yang menanggapi dan secara tegas membantah adanya pembahasan tersebut.
Dua hari sebelumnya, Associated Press mengutip enam sumber yang disebut mengetahui pembicaraan Israel–Sudan Selatan terkait relokasi warga Gaza. Laporan itu disusul kabar dari media Israel, termasuk kanal i24, bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Israel, Sharren Haskel, akan berkunjung ke Sudan Selatan pada Rabu untuk membicarakan isu serupa. Harian Jerusalem Post juga menulis bahwa delegasi Israel merencanakan kunjungan guna meninjau kemungkinan pembangunan kamp penampungan di sana.
Gelombang Bantahan
Kementerian Luar Negeri Sudan Selatan pada Rabu (14/8) mengeluarkan pernyataan resmi membantah keras kabar tersebut, menegaskan bahwa isu itu “tidak berdasar” dan “tidak mencerminkan sikap resmi” pemerintahnya.
Penolakan juga datang dari Libya. Pada Mei lalu, Kedutaan Besar AS di Tripoli membantah laporan yang menyebut Washington tengah merancang rencana pemindahan warga Gaza ke Libya, menegaskan informasi itu “tidak benar sama sekali”.
Rencana Lama yang Ditolak Dunia
Skema pemindahan paksa warga Gaza bukan hal baru. Gagasan ini sebelumnya pernah diusung dalam “Deal of the Century” yang diumumkan mantan Presiden AS Donald Trump. Namun, rencana tersebut menuai penolakan luas dari Palestina, dunia Arab, negara-negara Muslim, hingga komunitas internasional karena dinilai melanggar hukum internasional dan prinsip kemanusiaan.
Sumber: Al Jazeera, Anadolu Agency