Di balik tumpukan resolusi dan kecaman dari lembaga-lembaga internasional, dunia menyaksikan (nyaris tanpa daya) bagaimana Gaza didekap perlahan oleh kelaparan yang disengaja. Sebuah bentuk genosida yang terang-terangan, namun tetap dilindungi oleh tameng diplomatik Amerika Serikat.

Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Karim Khan, menyebut praktik Israel sebagai “penghilangan sistematis kebutuhan dasar manusia.” Ia menegaskan: ini bukan kegagalan logistik, ini adalah keputusan politik untuk mematikan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahkan menyebutnya sebagai bencana buatan manusia terbesar yang pernah dicatat sejarah modern. Pada Maret 2024, lebih dari separuh penduduk Gaza berada di ambang kelaparan akut, angka tertinggi yang pernah tercatat di dunia.

Kelaparan sebagai Senjata Perang

Sejak Perang Dunia I, hukum internasional telah menetapkan bahwa tindakan sengaja membuat warga sipil kelaparan adalah kejahatan perang. Dan Mahkamah Pidana Internasional telah menjadikan pasal ini sebagai dasar untuk menuntut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant.

Keduanya dituduh melakukan genosida melalui kelaparan, pembunuhan sistematis, serta penggunaan kekerasan sebagai bagian dari rencana negara untuk menghancurkan warga Gaza secara kolektif. Data satelit, kesaksian korban selamat, dan bukti audio visual memperkuat tuduhan bahwa Israel secara sadar dan sengaja melumpuhkan akses rakyat Gaza terhadap makanan, air, obat-obatan, listrik, dan bahan bakar.

ICC Tegaskan Kesengajaan Israel

Putusan awal ICC pada November 2024 menyatakan ada “alasan kuat” untuk mempercayai bahwa Netanyahu dan Gallant secara pribadi bertanggung jawab atas kejahatan ini. Mereka bukan hanya menutup jalur bantuan, tapi juga menetapkan kebijakan untuk mengaitkan distribusi bantuan dengan kepentingan politik dan militer Israel.

Dan bahkan ketika bantuan masuk, jumlahnya minim, bersyarat, dan tak pernah cukup. Bagi warga Gaza, setiap tetes air dan suap makanan adalah hasil dari lobi internasional, bukan dari belas kasih penjajah.

Keadilan yang Diperlambat

Sayangnya, Mahkamah Internasional (ICJ) yang menangani gugatan Afrika Selatan atas tuduhan genosida terhadap Israel, justru memperlambat prosesnya. Israel diberi waktu hingga Januari 2026 untuk memberikan tanggapan resmi, sebuah tenggat yang menunda keadilan hingga mungkin ketika tragedi telah mencapai klimaksnya.

AS, Pelindung Kejahatan

Amerika Serikat tidak hanya pasif, ia justru menjadi perisai utama. Dari sanksi terhadap hakim ICC hingga tekanan terhadap PBB, Washington telah melindungi Israel dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Donald Trump bahkan mengeluarkan perintah eksekutif yang menyebut penyelidikan ICC sebagai “ancaman terhadap keamanan nasional AS.” Empat hakim perempuan ICC dijatuhi sanksi oleh AS, termasuk pembekuan aset dan larangan masuk. Bahkan jaksa ICC Karim Khan pun mengundurkan diri sementara, di tengah tuduhan skandal yang oleh banyak pihak diyakini sebagai hasil tekanan politik.

Ketika Dunia Jadi Penonton

Sementara lembaga-lembaga internasional sibuk menulis laporan dan memperdebatkan legalitas, anak-anak Gaza mati kelaparan. Kelaparan ini bukan akibat bencana alam. Ini adalah genosida yang direncanakan, dengan peta dan strategi. Dan yang paling mengerikan: dunia tahu, tapi memilih diam.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here