Analis militer dan strategi, Brigadir Jenderal Hassan Jouni, mengungkapkan bahwa militer Israel tengah menerapkan strategi baru di wilayah tengah Gaza, khususnya di Deir al-Balah. Strategi ini bertujuan menekan kelompok perlawanan Palestina dengan cara meningkatkan tekanan terhadap warga sipil dan memaksa mereka mengungsi ke wilayah selatan.
Langkah militer ini berlangsung di tengah momen sensitif perundingan yang sedang berlangsung di Doha. Menurut Jouni, serangan darat yang dilakukan Israel digunakan sebagai alat tawar-menawar di meja negosiasi.
Di sisi lain, keluarga tahanan Israel yang ditahan di Gaza menyatakan kekhawatiran atas laporan rencana invasi darat militer Israel ke wilayah tengah. Dalam pernyataan resmi pada Minggu (20/7), mereka menyebut merasa “cemas dan panik” menyusul perintah evakuasi yang dikeluarkan militer Israel kepada warga Deir al-Balah menjelang operasi militer besar.
“Laporan bahwa tentara akan bergerak di area yang sebelumnya belum pernah dijangkau operasi memicu kekhawatiran serius,” ujar pernyataan keluarga para tahanan.
Menurut Jouni, strategi baru ini mencakup pengusiran warga sipil ke arah selatan dan kawasan al-Mawasi, sebagai bagian dari persiapan operasi darat berskala besar. Hal ini berlangsung di tengah pertempuran sengit yang masih berlangsung di berbagai penjuru Gaza, termasuk di Khan Younis dan wilayah utara, yang mengindikasikan tekanan operasional dan kelelahan di tubuh militer Israel.
Langkah di Deir al-Balah ini merupakan bagian dari “Poros Netzarim” yang diklaim Israel sebagai pencapaian strategis mereka. Tujuannya adalah mengepung wilayah timur Khan Younis dan memisahkannya dari barat, guna melumpuhkan pejuang perlawanan yang masih aktif di sana.
Perlawanan Masih Aktif dan Krisis di Tubuh Militer Israel
Meski demikian, strategi Israel mendapat perlawanan sengit dari faksi-faksi pejuang Palestina yang terus melakukan serangan efektif di kawasan timur Khan Younis, khususnya di lingkungan al-Abraj dan al-Qarara.
Jouni juga mengungkapkan bahwa militer Israel secara internal merekomendasikan untuk segera menyepakati kesepakatan pertukaran tahanan, karena menilai bahwa mereka telah mencapai batas maksimal dari apa yang bisa dicapai dalam operasi di Gaza. “Tak ada lagi target militer realistis yang tersisa,” ujarnya.
Situasi militer Israel semakin rumit menyusul keputusan untuk menarik dua brigade elit dari Divisi 92, yakni Brigade Lintas Udara dan Pasukan Khusus Komando. Penarikan ini dinilai sebagai tanda krisis nyata dalam kesiapan dan kekuatan tempur militer Israel.
Kedua brigade tersebut sebelumnya sempat dipindahkan dari Khan Younis ke utara untuk memperkuat kekuatan di wilayah tersebut. Namun kini, penarikan kembali dinilai akan melemahkan sisa kekuatan Divisi 92 yang masih berada di Jalur Gaza.
Langkah ini, menurut Jouni, mencerminkan krisis serius dalam struktur kekuatan militer Israel. Mereka terpaksa menyelesaikan kekurangan di satu titik dengan menciptakan kekurangan di titik lain—indikasi nyata dari tekanan sumber daya manusia dan militer yang dihadapi pasukan pendudukan di tengah pertempuran di banyak front sekaligus.
Sumber: Al Jazeera