Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menulis artikel opini berani di surat kabar Haaretz yang berhaluan kiri, mengungkap fakta-fakta yang selama ini coba ditutupi oleh pemerintah pendudukan.

Di tengah propaganda yang selalu menonjolkan Iran sebagai ancaman keamanan utama Israel, Olmert justru menyebut perang brutal di Gaza sebagai perang “sia-sia” yang “tak memiliki tujuan realistis”, apalagi di bawah kepemimpinan pemerintah yang “tak punya visi masa depan”.

Dalam artikelnya, Olmert (yang memimpin Israel dari 2006 hingga 2009) menegaskan bahwa semua orang di Israel tahu betul ketakutan pemerintah mereka terhadap isu tahanan yang ditawan Hamas.

Ia menekankan bahwa perang ini telah merenggut banyak nyawa tentara Israel, mempertaruhkan keselamatan para tawanan, serta membunuh dan melukai warga sipil Palestina yang sama sekali tak terlibat dalam perlawanan.

“Hantu Hamas” yang Dibesar-besarkan

Olmert menyingkap bagaimana pemerintah Israel menakut-nakuti rakyat dengan “hantu Hamas”, seakan-akan Hamas adalah ancaman eksistensial yang harus “dihabisi sepenuhnya”. Menurutnya, narasi ini hanyalah kedok untuk menutupi kegagalan pemerintah menghadapi musuh sejati Israel.

Musuh sejati itu, kata Olmert, adalah milisi Yahudi, kelompok “teroris brutal dan berdarah dingin” yang kini perlahan menguasai Tepi Barat. Kelompok inilah yang justru mengancam stabilitas, keamanan, dan kewarasan Israel sendiri.

Ia menyebut, selama bertahun-tahun, kelompok bersenjata ini mendirikan pos-pos ilegal di seluruh Tepi Barat, menjadi biang kerok kematian sedikitnya 140 warga Palestina hanya pada tahun ini, termasuk banyak anak-anak.

Olmert menegaskan, “Orang Israel biasanya histeris saat polisi atau tentara mereka diserang. Tapi mereka diam seribu bahasa saat properti warga Palestina dibakar, kebun zaitun dihancurkan, rumah dirusak, dan nyawa orang tak bersalah direnggut.”

Ancaman dari Dalam Lebih Berbahaya

Menurut Olmert, di tengah perhatian publik yang terfokus pada isu kembalinya para tawanan dan desakan untuk segera mengakhiri perang, Israel justru sedang menghadapi ancaman jauh lebih serius: “musuh internal”.

Yang ia maksud adalah para pemuda berideologi ekstrem, berambut panjang dengan janggut lebat, mengenakan kipah Yahudi, berkeliaran di perbukitan Tepi Barat sambil membawa senjata.

Senjata itu, kata Olmert, bukan untuk melindungi komunitas mereka, melainkan digunakan untuk menyerang warga Palestina secara brutal, didorong oleh politisi yang mendukung dan memfasilitasi mereka.

Belakangan, kelompok “liar” ini bahkan mulai menyerang tentara Israel yang seharusnya melindungi para pemukim, memperlihatkan betapa ekstrem dan tak terkontrolnya mereka.

Diam Seribu Bahasa

Olmert mengkritik masyarakat Israel yang memilih diam saat kejahatan ini menimpa rakyat Palestina. Ketika para milisi membakar rumah, menebang kebun zaitun, dan membunuh warga sipil, banyak orang Israel menganggap itu bukan masalah.

Media, para pejabat, dan politisi pun terjebak narasi seakan-akan para pemuda “pembunuh” ini hanya “masalah kecil” yang tak mewakili mayoritas pemukim, seolah mayoritas pemukim adalah orang baik yang menentang kekerasan.

Olmert menyebut narasi itu sebagai “pembohongan publik” yang lahir dari budaya “menutup-nutupi, membiarkan, dan menoleransi”, yang selama ini menjadi kebiasaan memalukan berbagai institusi pemerintahan Israel.

Sumber: Haaretz

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here