Dalam beberapa hari terakhir, serangkaian serangan mematikan yang dilancarkan pejuang Palestina terhadap kendaraan tempur dan tim teknik militer Israel di Khan Younis menyita perhatian publik dan memunculkan pertanyaan besar: mengapa justru kendaraan lapis baja dan tim rekayasa medan tempur yang menjadi sasaran utama?

Jawaban atas pertanyaan ini muncul dari analisis mendalam ahli militer Hatem Karim Al-Falahi. Ia menyebut bahwa kerugian besar yang diderita militer pendudukan Israel dalam agresi brutal terhadap Gaza telah menggerus kekuatan tempur pasukan daratnya, terutama kendaraan berat seperti tank Merkava dan pengangkut personel lapis baja Namer.

“Kerusakan besar yang menimpa armada tempur membuat Israel terpaksa menggunakan kendaraan lama dalam pertempuran untuk menutupi kekurangan,” jelas Al-Falahi.

Kemunduran Logistik dan Moril

Kondisi ini kian diperparah oleh melemahnya daya tempur pasukan infanteri. Menurut Al-Falahi, unit infanteri seharusnya beroperasi bersinergi dengan kendaraan lapis baja untuk saling melindungi. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya, banyak pasukan Israel yang kini beroperasi tanpa dukungan memadai karena krisis personel yang parah.

Hal itu tampak nyata ketika dalam sebuah video, seorang pejuang Al-Qassam terlihat mendekati kendaraan tempur Israel hanya dengan senapan ringan, sebuah indikator betapa lemahnya kesiapsiagaan pasukan Israel di Gaza.

“Keletihan mental dan fisik tentara Israel menciptakan zona ketakutan nyata. Gaza menjadi mimpi buruk yang hidup bagi mereka,” ujar Al-Falahi.

Ia menambahkan bahwa penarikan sejumlah unit militer Israel ke wilayah lain turut memperburuk krisis personel, sehingga kekuatan yang masih tersisa di Gaza “tidak lagi mampu menjaga stabilitas medan tempur.”

Tim Teknik: Sasaran Strategis

Sasaran lain yang mendapat fokus intens dari para pejuang adalah tim teknik militer, unit yang bertugas membuka jalan, menjinakkan ranjau, dan menyingkirkan rintangan agar kendaraan lapis baja dan pasukan komando bisa bergerak.

“Ketika tim teknik diserang, maka seluruh rencana serangan terhambat. Tanpa mereka, kendaraan lapis baja tidak bisa maju,” tegas Al-Falahi.

Ia menilai bahwa mengganti unit teknik yang gugur di tengah pertempuran hampir mustahil, karena mereka sangat khusus dan tidak mudah digantikan dalam kondisi perang aktif.

Kemunduran Teknologi dan Protes Keluarga Tentara

Puncaknya terjadi Rabu lalu, saat pejuang Hamas berhasil mengelabui dua pengangkut personel di Khan Younis. Serangan ini menewaskan seorang perwira dan enam serdadu Israel. Media Israel menggambarkan kejadian ini sebagai bencana tak termaafkan.

Surat kabar Yedioth Ahronoth bahkan memuat pernyataan keluarga korban yang menuding militer Israel lalai. “Anak-anak kami adalah korban dari kelalaian besar. Mereka gugur karena kecerobohan dan kegagalan teknis yang bisa dicegah,” tulis mereka.

Mereka juga menyoroti bahwa batalion 605, tempat para korban bertugas, merupakan satu-satunya unit yang masih menggunakan kendaraan lama dan tidak layak, bahkan tidak dilengkapi dengan kamera pemantau 360 derajat sebagaimana standar kendaraan tempur modern.

“Mobil sipil biasa pun sekarang punya sistem pengawasan lebih baik daripada kendaraan yang dipakai anak-anak kami di medan perang,” kata mereka.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here