Meski tubuhnya dipenuhi luka parah, Jihad Hamayel tetap memaksa diri untuk mengucap salam terakhir kepada sang adik, Muhammad Hamayel, yang syahid di depan matanya sendiri saat pasukan Israel dan para pemukim Yahudi menyerang desa mereka, Kafr Malik, timur Ramallah, Rabu malam (25/6).
Kedua bersaudara ini termasuk di antara puluhan warga yang berdiri membela desa mereka dari serangan para pemukim. Namun, serbuan brutal pasukan Israel justru menjadi pelindung agresor. Mereka menembaki warga sipil tanpa pandang bulu, menewaskan tiga orang—termasuk Muhammad dan Murshid Hamayel, dan melukai enam lainnya, termasuk Jihad.
Menurut saudara Murshid, yakni Munjid Hamayel, adiknya langsung gugur usai tertembak di kepala saat mencoba menyelamatkan rumah mereka dari serbuan pemukim. “Mereka menyerang dari sisi selatan desa yang berdekatan dengan jalan utama pemukim. Saya sempat menyelamatkan anak-anak dan perempuan ke tempat aman, sementara Murshid tertinggal,” kata Munjid kepada Al Jazeera Net.
Teror yang Tak Pernah Usai
Ketua Dewan Desa Kafr Malik, Najeh Rustum, mengungkap bahwa serangan semacam ini bukan hal baru. Sejak 7 Oktober 2023, desa mereka terus menjadi target intimidasi dan kekerasan. Puncaknya, enam bulan terakhir, desa ini dikunci dari semua akses utama kecuali satu jalan sempit yang dipakai oleh lebih dari 4.000 penduduk.
Rustum menyebut para pemukim datang dari permukiman ilegal di sekitar desa dan berulang kali mengorganisir serangan kolektif ke rumah-rumah dan kendaraan warga. “Tanpa perlawanan para pemuda itu, pembantaian massal bisa saja terjadi,” ungkap warga desa, Nabil Ghareh.
1400 Serangan dalam Setahun
Menurut Amir Dawood, Direktur Dokumentasi di Badan Anti-Tembok dan Permukiman, para pelaku utama kekerasan adalah para pemukim dari outpost ilegal di sekitar permukiman “Kokhav HaShahar”, yang membentang di antara desa Kafr Malik, Deir Jarir, dan Silwad.
“Sejak awal tahun ini saja, sudah terjadi 1.400 serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Empat orang gugur, puluhan terluka, dan banyak rumah serta properti hancur,” ujar Dawood.
Pasca 7 Oktober 2023, para pemukim dilaporkan beroperasi bebas dengan senjata lengkap. Tercatat lebih dari 170 outpost baru bermunculan sejak dimulainya agresi ke Gaza. Kekerasan demi kekerasan pun tak terbendung.
Di Mana Perlindungan untuk Warga Palestina?
Lonjakan jumlah korban dan meluasnya kekerasan memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana rakyat Palestina dapat melindungi diri mereka sendiri? Apa peran dan nasib komite perlindungan rakyat yang kerap diumumkan namun tak tampak hasilnya?
Isam Bakr, Koordinator Kekuatan Nasional dan Islam Ramallah, menyatakan ada lebih dari 100 komite perlindungan warga yang terbentuk. Namun sebagian besar tak berjalan optimal. “Butuh dukungan konkret dari pemerintah dan otoritas Palestina, juga kementerian terkait untuk menyediakan logistik dan dana,” katanya.
Menurutnya, tragedi Kafr Malik adalah sinyal awal dari kekerasan yang lebih besar. “Mengapa negara yang menyebut dirinya pelindung rakyat tak mengarahkan sumber daya untuk memperkuat ketahanan warga di tanah mereka sendiri?” tegasnya. “Ini bukan lagi soal bantuan, tapi ketegasan sikap.”
Saatnya Berhenti Diam
Jamal Juma’, aktivis anti-permukiman, menyebut insiden Kafr Malik sebagai bukti bahwa kita menghadapi babak baru yang lebih kejam. Ia menyerukan perlunya strategi baru: pelatihan bela diri untuk warga, pengawasan terorganisir, dan dukungan penuh dari kekuatan politik serta lembaga sipil.
“Sudah waktunya kita ubah cara kerja komite perlindungan agar tak mudah dijadikan target pasukan Israel. Bahkan pasukan keamanan otoritas bisa turun ke desa-desa dengan pakaian sipil untuk melindungi warga, mengapa tidak?” tanyanya.
Namun, menurutnya, langkah terpenting tetaplah di ranah politik. “Kita butuh keputusan tegas: hentikan semua koordinasi keamanan dengan penjajah, desak komunitas internasional beri sanksi pada Israel, dan gunakan seluruh jalur hukum untuk mengejar mereka atas kejahatan perang.”
Penutupnya mengandung nada getir dan realistis, “Kita punya banyak peluang untuk melawan, tetapi belum ada kemauan politik yang serius dari pihak berwenang untuk benar-benar menggerakkan perlawanan ini.”
Sumber: Al Jazeera