Tentara Israel kembali mengeluarkan perintah baru pada Selasa (9/9), memaksa seluruh penduduk Kota Gaza untuk mengungsi ke selatan, di tengah operasi militer yang dibarengi dengan serangan udara dan artileri tanpa henti. Serangan brutal ini telah menimbulkan korban luka dan Syahid di kalangan warga sipil.

Dalam pernyataannya, juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, menginstruksikan warga Gaza (khususnya dari kawasan kota tua hingga wilayah at-Tuffah di timur, sampai ke pantai di barat) untuk meninggalkan rumah mereka segera dan menuju ke Khan Younis, melalui Koridor ar-Rashid, yang disebut-sebut sebagai “zona kemanusiaan”.

Israel menegaskan akan melanjutkan operasi militer dengan “kekuatan penuh” untuk menargetkan Hamas.

Data rumah sakit di Gaza mencatat 25 warga Palestina Syahid dan lebih dari 20 orang hilang akibat serangan udara sejak Selasa dini hari.

Serangan Israel menghantam berbagai penjuru Kota Gaza. Media lokal melaporkan sebuah rumah di dekat Bundaran al-Qouqa, Kamp Shati, hancur digempur, menewaskan dan melukai sejumlah warga, sementara lainnya masih dinyatakan hilang.

Di saat yang sama, meriam Israel membombardir sisi timur kota, sementara drone bersenjata menembakkan bom di kawasan Sheikh Radwan di utara Gaza.

Ironisnya, meski Israel mengklaim adanya “zona aman” di Khan Younis, serangan udara justru menghantam kota tersebut pada Selasa pagi. Ribuan pengungsi yang berdesakan dalam kondisi sangat buruk menjadi sasaran. Lima warga yang tengah menunggu bantuan Syahid ditembak pasukan Israel di barat daya Khan Younis, menurut keterangan RS Nasser.

Sehari sebelumnya, militer Israel menghancurkan Menara As-Salam, yang dihuni ratusan keluarga di tengah Kota Gaza. Gedung itu berdekatan dengan kamp pengungsi, termasuk pasien kanker yang tak mampu mengungsi. Penghancuran dilakukan hanya beberapa saat setelah peringatan singkat untuk evakuasi.

Tak lama sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan berbangga diri dengan klaim menghancurkan 50 bangunan hunian di Gaza dalam dua hari, seraya berjanji akan melanjutkan penghancuran dan mempercepat rencana pengusiran massal.

Menurut analis politik Mustafa Ibrahim, deklarasi resmi tentang krisis kelaparan di Gaza tak mengubah apa pun. Realitas di lapangan menunjukkan penderitaan kian dalam seiring berlanjutnya operasi militer Israel.

Rakyat sipil menghadapi kesulitan besar untuk mengungsi. Biaya truk pengangkut melonjak hingga 4.000 shekel, sementara rumah-rumah di wilayah selatan sangat terbatas dan sewanya melambung. Ironisnya, daerah tujuan pengungsian itu pun tidak benar-benar aman.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here