Beberapa menteri Israel mulai secara terbuka mengakui bahwa operasi militer di Gaza mengalami kegagalan. Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tengah menggelar konsultasi keamanan dengan tim kecil terkait situasi militer dan nasib para tawanan. Semua ini terjadi di tengah sinyal dari Amerika Serikat bahwa telah ada “kemajuan besar” menuju kesepakatan yang bisa mengakhiri perang.
Kepada Channel 12 Israel, tiga menteri dari pemerintahan Netanyahu mengatakan bahwa perang di Gaza selama ini hanya dibangun atas “gagasan teoritis” yang di lapangan “tak membuahkan hasil nyata.” Mereka menilai perlu ada langkah baru secara militer atau segera menyusun jalan keluar politik untuk mengakhiri perang.
Channel tersebut juga menyebut Netanyahu masih memegang teguh rencana bertahap yang disusun oleh utusan khusus Presiden AS, Steve Wietkoff.
Desakan untuk mengakhiri perang kembali menguat setelah serangan mematikan dari pejuang Al-Qassam di Khan Younis menewaskan tujuh tentara Israel. Peristiwa itu memicu seruan keras untuk segera meneken kesepakatan demi membebaskan para tawanan Israel di Gaza.
Bahkan beberapa tokoh dari partai koalisi, termasuk dari Partai Likud sendiri, mendorong agar operasi militer dihentikan dan tidak terus-menerus tunduk pada tekanan dua menteri sayap kanan, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich.
“Warga Israel sudah kelelahan dengan perang di Gaza,” ujar salah seorang pejabat dari Partai Likud kepada Channel 12.
Ia bahkan menambahkan bahwa Netanyahu sebenarnya akan menyetujui kesepakatan jika benar-benar diajukan.
Di saat yang sama, Netanyahu tengah menggelar pertemuan tertutup bersama para pejabat senior militer dan keamanan guna membahas masa depan perang dan upaya pembebasan para sandera.
Netanyahu sebelumnya menyebut kematian tujuh tentaranya sebagai “hari yang sangat berat.”
Ketua Komite Keuangan Knesset, Moshe Gafni, dari Partai Yahadut HaTorah juga mempertanyakan alasan mengapa perang masih terus berlangsung. “Tentara kita terus tewas. Untuk apa semua ini?” ungkapnya.
Sementara itu, Forum Keluarga Tawanan Israel mengeluarkan pernyataan keras: “Perang ini telah kehilangan arah. Tidak ada tujuan jelas, tidak ada rencana nyata. Ini waktunya bersikap berani dan menyelamatkan para tawanan, akhiri perang ini.”
Mereka menilai gencatan senjata yang terjadi antara Iran dan Israel seharusnya mencakup Gaza juga.
“Inilah kesempatan bersejarah, dan pemerintah wajib memanfaatkannya,” ujar mereka.
Dalam kesempatan berbeda, Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa telah terjadi “kemajuan besar” terkait Gaza berkat serangan ke Iran. Ia menyampaikan hal itu dalam konferensi pers bersama Sekjen NATO Mark Rutte, dan menyebut bahwa utusannya, Steve Wietkoff, melaporkan bahwa kesepakatan dengan Hamas semakin dekat.
Sikap Hamas: Serangan Terus, Tapi Siap Bernegosiasi
Menanggapi perkembangan ini, Hamas menegaskan bahwa kebuntuan kesepakatan sejauh ini adalah tanggung jawab penuh Benjamin Netanyahu dan kabinet fasisnya.
“Perlawanan bersenjata di Gaza terus berlanjut dan membuktikan bahwa musuh gagal mematahkan semangat dan kehendak rakyat kami,” tegas Hamas dalam pernyataannya.
Mereka menyebut aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Al-Qassam dan Saraya Al-Quds sebagai “bukti nyata kekuatan dan inisiatif pejuang kami.”
Hamas juga menegaskan bahwa mereka menyambut baik setiap inisiatif yang menjamin gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza.
Juru bicara politik Hamas, Taher Al-Nunu, menambahkan kepada Al Jazeera bahwa pihaknya tidak menerima sinyal apa pun dari Israel yang menunjukkan perubahan serius dalam posisi Netanyahu.
“Kami tidak cukup dengan pernyataan,” katanya merujuk pada komentar Donald Trump, “Kami tahu Amerika Serikat mampu menekan Netanyahu untuk menghentikan perang. Yang dibutuhkan bukan retorika, tapi tindakan nyata.”
Hamas kembali menggarisbawahi empat syarat utama untuk kesepakatan: penghentian total agresi, penarikan penuh pasukan Israel, rekonstruksi Gaza, dan pertukaran tawanan.
Hingga kini, meski Hamas menunjukkan kesiapan, Netanyahu tetap menolak kesepakatan yang memberi ruang eksistensi bagi Hamas di Gaza dan menuntut pelucutan senjata penuh.
Perang Genosida Belum Berakhir
Sejak 7 Oktober 2023, Israel terus melancarkan perang yang digambarkan sebagai genosida di Gaza. Serangan brutal itu telah merenggut nyawa dan melukai sekitar 188.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Lebih dari 11.000 lainnya masih hilang.
Sementara itu, ratusan ribu warga terusir dari rumah mereka, hidup dalam kelaparan akut, dan berjuang dalam kehancuran yang nyaris total.