Sebuah laporan yang dirilis oleh Haaretz, media asal Israel, menyuarakan kesaksian memilukan dari seorang ahli bedah asal Inggris yang menjadi relawan medis di Jalur Gaza. Dalam testimoni yang disampaikannya, dr. Tomo Butokar menyatakan bahwa skala kehancuran dan penderitaan manusia yang ia saksikan di Gaza benar-benar melampaui apa pun yang pernah ia temui sepanjang kariernya.
“Butokar, yang sebelumnya bertugas di zona konflik seperti Ukraina, Suriah, Yaman, dan Sudan, menegaskan bahwa situasi di Gaza jauh lebih parah—dan berbeda secara total. ‘Ini bukan sekadar krisis. Ini penderitaan yang belum pernah saya lihat sebelumnya,” ujarnya kepada jurnalis Haaretz, Nir Hasson.
Serangan dan Pengungsian Tanpa Henti
Selama sepekan terakhir, Butokar bertugas di dua rumah sakit di Gaza bagian selatan. Salah satunya dihantam serangan udara Israel hingga harus dievakuasi, sementara rumah sakit kedua terkena dampak serpihan bom dan diperintahkan untuk dikosongkan karena lokasi sekitarnya dihuni oleh ratusan ribu warga sipil.
Situasi medis yang dihadapi disebutnya benar-benar bencana kemanusiaan. Sebagian besar pasien datang dengan kombinasi luka parah dan malnutrisi berat. Ini bukan hanya memperumit perawatan, tapi juga membuat tubuh para korban nyaris mustahil pulih.
Ia menceritakan bagaimana rudal-rudal Israel jatuh di dalam kompleks rumah sakit tempatnya bekerja. Kepanikan menyapu pasien dan tenaga medis. Siapa pun yang bisa, langsung melarikan diri.
Meski sebagian staf medis kembali keesokan harinya, tiga serangan tambahan membuat aktivitas rumah sakit lumpuh total. Pasien dan staf yang tersisa pun akhirnya dievakuasi.
Anak-anak Terluka, Ibu Tak Tahu Keluarganya Syahid
Di antara cerita yang paling membekas dalam ingatannya adalah seorang bocah laki-laki berusia dua tahun dengan luka parah di kakinya yang sedang menunggu operasi. Setelah rumah sakit dikosongkan, tak ada kabar apakah ia sempat menjalani tindakan medis atau tidak.
Butokar juga menangani seorang ibu dengan luka berat, yang belum tahu bahwa seluruh anggota keluarganya gugur dalam serangan yang sama.
Setelah evakuasi, Butokar dipindahkan ke Rumah Sakit Al-Amal milik Palang Merah. Namun tempat ini pun tak aman. Serpihan bom jatuh hanya 400 meter dari lokasi rumah sakit, menghantam bagian unit gawat darurat, meskipun tak ada korban jiwa.
Tubuh yang Tak Bisa Sembuh karena Kelaparan
Peringatan keras dilontarkan Butokar mengenai dampak kelaparan ekstrem yang melanda warga Gaza akibat pengepungan yang terus berlangsung. Kekurangan nutrisi bukan hanya melemahkan sistem kekebalan tubuh, tetapi juga membuat luka-luka ringan pun bisa menjadi ancaman mematikan.
“Tubuh mereka tak lagi mampu memproduksi darah baru. Karena kekurangan lemak, tubuh mulai memakan ototnya sendiri untuk bertahan hidup. Setiap luka menjadi beban ekstra yang tak tertanggungkan oleh tubuh mereka,” jelasnya.
Dengan suara yang penuh keprihatinan, ia menyampaikan bahwa para korban bukan hanya terdiri dari pria dewasa. Mereka adalah wanita, anak-anak, lansia, hingga penyandang disabilitas yang semua turut menanggung penderitaan yang “tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.”
Butokar bahkan mendengar kisah tenaga medis lain yang kehilangan anggota keluarganya—lalu terpaksa merawat mereka sendiri di ruang gawat darurat.
Evakuasi Menyeluruh Menjelang Serangan Besar
Di akhir wawancaranya, Butokar menerima pemberitahuan resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa: wilayah tempat ia bertugas akan dikosongkan sepenuhnya. Pasukan Israel disebut akan melancarkan serangan darat besar-besaran, membuat jutaan warga sipil—yang sudah kelaparan, terluka, dan tanpa tempat berlindung—kian terancam.
Kesaksian relawan seperti dr. Butokar membuka mata dunia bahwa penderitaan rakyat Gaza bukan sekadar statistik. Ini adalah krisis kemanusiaan yang nyata—dan berlangsung di hadapan mata kita.
“Jika dunia masih memiliki hati nurani, saatnya ia bicara bukan dengan kata, tapi dengan tindakan,” pungkas Butokar.
Sumber: Haaretz