Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, mengumumkan pembentukan badan khusus untuk mendorong “keberangkatan sukarela” warga Gaza. Langkah ini sejalan dengan rencana Amerika Serikat yang bertujuan mengendalikan wilayah Palestina tersebut dan mendorong pemindahan penduduknya.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan Israel pada Senin (17/2), Katz disebut telah mengadakan pertemuan membahas keberangkatan sukarela warga Gaza. Hasilnya, diputuskan pembentukan direktorat khusus di Kementerian Pertahanan untuk menangani program ini.

Sebelumnya, Katz telah memerintahkan militer Israel untuk menyusun rencana yang memungkinkan warga Gaza bermigrasi secara sukarela. Ia menyambut baik rencana Presiden AS, Donald Trump, yang disebut dapat “membuka peluang luas bagi warga Gaza yang ingin meninggalkan wilayah tersebut, membantu mereka berintegrasi dengan baik di negara tujuan, serta mempercepat program rekonstruksi Gaza yang bebas senjata dan ancaman,” menurut pernyataannya.

Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa dalam pertemuan Senin lalu, telah dipresentasikan rencana awal yang mencakup bantuan besar bagi warga Gaza yang ingin bermigrasi ke negara ketiga. Bantuan tersebut mencakup paket lengkap, termasuk pengaturan khusus untuk keberangkatan melalui jalur laut, udara, dan darat.

Pada hari yang sama, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan komitmennya terhadap rencana Trump untuk membangun “Gaza yang lain”. Ia juga berjanji bahwa setelah perang, pemerintahan di Gaza tidak akan dipegang oleh Hamas maupun Otoritas Palestina.

Proposal Trump yang telah ia ulangi berkali-kali menegaskan bahwa Amerika Serikat akan “mengendalikan” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangga, terutama Mesir dan Yordania, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Rencana ini telah memicu kecaman internasional.

Pada 19 Januari lalu, perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku, dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat. Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahap, masing-masing berdurasi 42 hari, dengan negosiasi berlanjut untuk memasuki tahap kedua dan ketiga hingga mencapai penghentian total agresi.

Dengan dukungan Amerika Serikat, Israel telah melakukan genosida di Gaza antara 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025. Serangan ini menyebabkan sekitar 160 ribu warga Palestina gugur atau terluka, mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan. Selain itu, lebih dari 14 ribu orang dinyatakan hilang.

Sejak awal perang, sebagian besar dari 2,2 juta penduduk Gaza telah mengungsi setidaknya sekali ke berbagai wilayah dalam sektor tersebut.

Menurut penilaian terakhir yang dilakukan oleh Pusat Satelit PBB (UNOSAT), hingga 1 Desember 2024, sekitar 69% bangunan di Gaza telah hancur atau mengalami kerusakan, dengan total mencapai 170.812 bangunan.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here