Kolonel Staf Hatem Karim Al-Falahi, analis militer dan strategi, menegaskan bahwa langkah-langkah keamanan yang dilakukan pasukan Israel di Tepi Barat “tidak membuahkan hasil.” Dia menyebut, operasi perlawanan justru terus berlanjut meski agresi militer Israel meningkat.

Layanan medis Israel melaporkan seorang warga Israel terluka parah dalam insiden penembakan dekat permukiman ilegal Brokhin, barat Salfit, Rabu malam (14/5). Militer Israel segera mengerahkan pasukan tambahan dan unit khusus serta menyatakan tengah menyelidiki detail serangan tersebut.

Media Israel menyebut serangan menyasar sebuah mobil Israel di dekat permukiman. Dua orang dilaporkan terluka—satu dalam kondisi sangat kritis, dan satu lainnya luka serius. Militer pun melakukan penyisiran luas di area kejadian untuk mencari pelaku.

Dalam sesi analisis militer, Al-Falahi menyampaikan bahwa operasi perlawanan tak pernah berhenti dalam beberapa waktu terakhir, bahkan meningkat drastis. Ia merujuk pada insiden penembakan di dekat permukiman Salfit yang oleh radio militer Israel disebut sebagai serangan keempat dalam empat bulan terakhir di kawasan yang sama.

Menurut Al-Falahi, kegagalan Israel disebabkan oleh berbagai faktor mendasar yang membuat pasukan pendudukan sulit mengendalikan situasi keamanan secara penuh. Ia menambahkan bahwa kendali total memerlukan kemampuan dan sumber daya luar biasa besar, yang saat ini tidak dimiliki oleh militer Israel.

Israel, katanya, tengah menghadapi kekurangan personel militer, yang semakin membatasi kapasitasnya untuk mengontrol kondisi keamanan di Tepi Barat, meskipun agresi terus berlanjut.

Serangan IndividuAl-Falahi juga menyoroti karakteristik serangan-serangan tersebut yang ia sebut sebagai “operasi individu.”

Serangan seperti ini, jelasnya, bisa dilakukan oleh siapa pun yang mampu melaksanakan penembakan langsung dan kemudian menghilang dari lokasi.

Model serangan ini, menurut Al-Falahi, tidak membutuhkan persiapan besar atau peralatan canggih yang mudah terdeteksi oleh intelijen. Bahkan, seorang individu saja bisa merancang aksi secara cerdas agar sulit dilacak.

Berdasarkan hal ini, ia menyimpulkan bahwa operasi “serigala tunggal” yang dilakukan para pejuang di berbagai wilayah terbukti lebih efektif dibandingkan operasi kelompok, karena hanya melibatkan satu atau dua orang, sehingga sangat sulit diantisipasi oleh aparat keamanan Israel.

Menanggapi pertanyaan soal berulangnya serangan di lokasi yang sama meski penjagaan diperketat, Al-Falahi menjelaskan bahwa meskipun aparat biasanya meningkatkan pengawasan, tetap ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh pejuang.

Dia mengungkapkan bahwa salah satu kesalahan terbesar militer Israel adalah menganggap daerah yang pernah menjadi lokasi serangan akan aman setelah diperketat, sehingga mereka tidak menyangka akan ada serangan lanjutan—padahal inilah celah yang sering dimanfaatkan oleh para pejuang untuk menyerang kembali secara mengejutkan.

Al-Falahi menegaskan bahwa operasi semacam ini terus berlanjut meski operasi militer Israel masih berlangsung hingga kini. Fokus militer Israel pada wilayah tertentu seperti Kamp Pengungsi Jenin juga menunjukkan kegagalan strategi keamanan secara keseluruhan di Tepi Barat.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here