Delegasi Hamas dilaporkan telah tiba di Kairo untuk membahas proposal gencatan senjata jangka panjang yang berpotensi mengakhiri perang di Jalur Gaza. Menurut dua sumber yang dikutip Reuters pada Selasa (22/4), Hamas akan mendiskusikan tawaran terbaru yang mencakup penghentian total pertempuran dan pembebasan seluruh tawanan di Gaza, dengan masa jeda antara 5 hingga 7 tahun. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Israel terhadap tawaran tersebut.

Sementara itu, sumber internal Hamas sempat membantah mengetahui keberangkatan tersebut, menegaskan bahwa Hamas tetap berkomitmen pada prinsip utama: setiap kesepakatan harus menjamin berakhirnya perang secara permanen.

Menurut laporan AFP, delegasi yang dipimpin oleh Khalil al-Hayya—pemimpin Hamas di Gaza—akan bertemu dengan pejabat Mesir untuk membahas “gagasan baru” demi menghentikan agresi militer Israel. Namun di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu justru menegaskan kembali komitmennya untuk melanjutkan perang, bahkan setelah menolak usulan Hamas soal pertukaran seluruh tawanan dengan penghentian perang dan penarikan pasukan Israel.

Sebelumnya, Israel mengusulkan gencatan senjata selama 45 hari sebagai imbalan atas pembebasan 10 tawanan yang masih hidup—tawaran yang ditolak Hamas. Bahkan, ada dugaan bahwa proposal Mesir yang baru-baru ini disampaikan memuat tekanan agar Hamas melucuti senjata—sebuah garis merah yang secara tegas ditolak oleh semua faksi perlawanan Palestina.

Di tengah kebuntuan, media Israel melaporkan bahwa Tel Aviv memutuskan memberi “satu peluang lagi” pada jalur diplomatik, sebelum memperluas operasi militer di Gaza. Namun pertemuan kabinet perang Israel malam ini diprediksi akan menjadi titik krusial dalam menentukan langkah selanjutnya. Sumber-sumber menyebutkan bahwa satu-satunya proposal yang masih bertahan berasal dari utusan Amerika, Steve Wietkoff, meski negosiasinya kini berada di titik sensitif dan mungkin butuh waktu berminggu-minggu.

Di dalam negeri, tekanan pada Netanyahu terus meningkat. Keluarga para tawanan mengecam pemerintah karena dianggap mengkhianati prajurit yang ditawan, dan menuduh Netanyahu sengaja menghalangi kesepakatan demi tujuan politik. “Negara ini telah mengkhianati anak saya,” kata ibu dari Matang Ingrest, seorang tentara yang masih ditawan di Gaza, kepada Haaretz.

Militer Israel memperkirakan ada 58 tawanan yang tersisa, dan 24 di antaranya diyakini masih hidup. Kepala Staf IDF Eyal Zamir pun menjanjikan bahwa memulangkan mereka adalah prioritas utama. Namun sampai kapan janji itu hanya menjadi retorika—sementara perang terus berkecamuk dan rakyat Gaza terus menjadi korban?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here