Pasukan Israel kembali menggempur Rumah Sakit Al-Ma’madani di Gaza pada Ahad dini hari (13/4), menargetkan bagian resepsionis dan ruang gawat darurat dengan dua rudal. Serangan ini terjadi 18 bulan setelah tragedi pembantaian 17 Oktober 2023, saat 500 orang — terdiri dari pasien, warga sipil, dan pengungsi — gugur akibat serangan udara brutal di rumah sakit yang sama.

Al Jazeera melaporkan bahwa rumah sakit kini lumpuh total. Para pasien dan korban luka terpaksa dievakuasi ke jalanan sekitar, mencari perlindungan di tengah dingin dan tanpa perawatan medis. Salah satu anak yang dievakuasi bahkan dilaporkan meninggal karena tak mampu bertahan dari luka dan cuaca dingin.

“Situasinya benar-benar bencana. Kami semua berada di jalanan. Serangan belum berhenti,” tulis jurnalis Anas Al-Sharif di platform X.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan detik-detik serangan langsung saat proses evakuasi berlangsung.

Tentara Israel disebut memerintahkan evakuasi dari ruang bedah dan ICU, lalu menyerang saat proses itu berlangsung. Banyak pasien dalam kondisi kritis dipaksa keluar dari perawatan intensif, yang pada akhirnya menjadi vonis kematian mereka — baik oleh rudal atau karena kehilangan perawatan.

Salah satu warganet menggambarkan momen memilukan saat seorang anak laki-laki berlari menggendong ibunya yang sakit menuju gerbang rumah sakit, di tengah dentuman bom dari jet tempur Israel.

“Bagaimana bisa kata-kata atau kamera menggambarkan pemandangan ini?” tulisnya.

Serangan ini kembali menegaskan kebrutalan Israel yang terus melanggar hukum internasional tanpa konsekuensi. Aktivis kemanusiaan menyerukan pembentukan lembaga internasional baru karena menganggap PBB dan Dewan Keamanan telah gagal menghentikan genosida yang terus berlangsung.

“Kejahatan Israel di Gaza telah melampaui kekejaman Perang Dunia II,” tulis salah satu komentar viral.

RS Al-Ma’madani terletak di lingkungan padat penduduk, Al-Zaytoun, dan dikelilingi situs-situs keagamaan bersejarah seperti Gereja St. Philip dan Gereja Ortodoks Yunani St. Porphyrius dari abad ke-5.

Namun, kekayaan sejarah dan nilai-nilai kemanusiaan tetap tak mampu menghentikan agresi militer Israel yang semakin membabi buta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here