Spirit of Aqsa- Para pakar Israel menyoroti kemampuan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) untuk mengoperasikan kembali bengkel manufaktur militer, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi Israel. Selain itu, perhatian media Israel juga tertuju pada tuntutan hukum terhadap tentara Israel di luar negeri, terutama setelah seorang tentara yang telah pensiun menghadapi kasus hukum saat berkunjung ke Brasil.
Saluran televisi Channel 12 melaporkan bahwa “Hamas telah kembali mengoperasikan bengkel untuk memproduksi senjata,” yang menunjukkan bahwa, menurut Amir Bar Shalom, koresponden urusan militer di Radio Militer Israel, masih ada pabrik bawah tanah yang belum berhasil ditemukan oleh tentara Israel.
Meskipun Bar Shalom menyatakan bahwa kapasitas produksi Hamas saat ini belum mencapai tingkat seperti sebelum 7 Oktober 2023, ia menegaskan bahwa upaya Hamas untuk membangun kembali kemampuan militernya menjadi perhatian serius Israel. Hal ini menunjukkan adanya “pengorganisasian ulang di balik layar dan upaya untuk membangun kembali sistem kepemimpinan dan komando mereka,” yang menurutnya menandakan bahwa Hamas mulai memulihkan kekuatan militernya secara keseluruhan.
Menurut mantan Ketua Dewan Keamanan Nasional, Mayor Jenderal (Purn.) Giora Eiland, “Tentara Israel menjalankan operasi yang berhasil di Jalur Gaza. Namun, ada pertempuran politik, sosial, dan ekonomi di mana Hamas justru menang.”
Statistik Israel yang Mengejutkan
Di sisi lain, media Israel juga membahas tuntutan hukum yang diajukan terhadap tentara Israel di luar negeri. Ben Yaniv, koresponden urusan internasional di Channel 14, menyatakan bahwa kasus-kasus ini menjadi sumber kekhawatiran dan ketakutan. Ia menyoroti insiden yang menimpa seorang tentara yang telah pensiun saat berkunjung ke Brasil, dan memperingatkan bahwa hal serupa dapat terjadi lagi.
Roi Yanovsky, kepala bagian kriminal di Channel 11, menceritakan pengalamannya yang merahasiakan kunjungannya ke luar negeri setelah beberapa bulan bertugas di Gaza dan baru-baru ini bepergian ke Spanyol. Teman-temannya menyarankan agar ia tidak mempublikasikan apa pun di media sosial karena “organisasi Palestina menggunakan pendekatan ‘terorisme hukum’.”
Yanovsky menambahkan bahwa organisasi-organisasi Palestina memantau ribuan tentara Israel yang pernah bertugas di Gaza melalui internet. Jika mereka menemukan keberadaan tentara di negara-negara yang memiliki yurisdiksi hukum untuk menangkap mereka, mereka akan mengajukan permintaan penangkapan.
Yaron Abraham, koresponden urusan politik di Channel 12, mengungkapkan statistik rahasia yang menunjukkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, telah tercatat 12 kasus di mana proses hukum dimulai terhadap tentara Israel. Dalam sebagian besar kasus, proses tersebut belum sampai pada tahap penyelidikan atau penangkapan.
Israel dilaporkan telah memfasilitasi pelarian tentara-tentara tersebut dari negara-negara yang memulai proses hukum terhadap mereka, termasuk Brasil, Sri Lanka, Thailand, Belgia, Belanda, Serbia, Irlandia, dan Siprus.
Dalam konteks yang sama, Or Heller, koresponden urusan militer di Channel 13, menyatakan bahwa tuntutan hukum terhadap tentara Israel di luar negeri akan tetap menjadi masalah besar bagi Israel selama bertahun-tahun mendatang. Ia mengungkapkan bahwa hingga kini, pengaduan telah diajukan terhadap tentara Israel di Afrika Selatan, Sri Lanka, Belgia, Prancis, dan Brasil.
Heller menambahkan bahwa “masalah ini bermula dari tindakan para tentara itu sendiri, yang merekam diri mereka saat bertugas di Gaza dan Lebanon, kemudian mempostingnya di Facebook, TikTok, dan Instagram, termasuk saat menghancurkan rumah-rumah atau melaksanakan operasi. Konten inilah yang digunakan oleh organisasi Palestina.”
Sumber: Al Jazeera