Spirit of Aqsa- Sumber medis di Jalur Gaza melaporkan, sebanyak 41 persen pasien gagal ginjal telah syahid sejak dimulainya agresi militer Israel. Mayoritas dari mereka wafat karena tidak lagi bisa menjalani cuci darah, setelah fasilitas-fasilitas kesehatan dihancurkan dan layanan medis dasar lumpuh total.
Salah satu pusat utama yang terdampak adalah Pusat Dialisis Noura Al-Kaabi di wilayah utara Gaza. Fasilitas ini kini tidak lagi beroperasi akibat kerusakan parah akibat serangan Israel, padahal tempat ini selama ini menjadi andalan ratusan pasien yang sangat tergantung pada terapi cuci darah rutin.
Ketiadaan pusat-pusat dialisis di wilayah utara menyebabkan kondisi kesehatan pasien memburuk drastis. Situasi mereka kian mengkhawatirkan karena tidak ada fasilitas pengganti yang memadai, dan tidak ada jaminan kapan layanan bisa kembali berjalan.
Sejak awal perang pada Oktober 2023, sistem layanan kesehatan Gaza telah mengalami kehancuran nyaris total. Mayoritas rumah sakit kini tak lagi berfungsi karena hancur dibombardir, kehabisan bahan bakar, atau tidak memiliki obat-obatan dasar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa kurang dari 30% fasilitas kesehatan di Gaza masih bisa beroperasi — dan itupun hanya sebagian. Sementara itu, kekurangan obat-obatan akut terus terjadi, terutama untuk penyakit kronis seperti gagal ginjal dan kanker.
Pasien paling rentan — termasuk penderita kanker dan gagal ginjal — nyaris tak punya harapan. Akses mereka ke perawatan medis sangat terbatas akibat penutupan total perbatasan dan tidak adanya sistem evakuasi medis yang memungkinkan mereka keluar dari Gaza.
Lembaga-lembaga kemanusiaan internasional telah berulang kali memperingatkan: Gaza berada di ambang bencana kemanusiaan besar-besaran, akibat kolapsnya sistem kesehatan, dan minimnya bantuan yang bisa masuk.
Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, Israel terus melakukan pembantaian massal di Jalur Gaza. Hingga kini, agresi tersebut telah mengakibatkan lebih dari 178 ribu warga Palestina gugur dan terluka, mayoritas dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, serta lebih dari 11 ribu orang dinyatakan hilang. Sementara itu, ratusan ribu lainnya hidup mengungsi tanpa kepastian dan pelayanan dasar.
Sumber: Al Jazeera