Spirit of Aqsa- Di tengah banyaknya prediksi tentang kemungkinan tercapainya kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Israel dan Hamas, sebuah laporan dari surat kabar Haaretz hari ini mengungkapkan bahwa kedua pihak belum mencapai kesepakatan apa pun. Laporan itu menyebutkan bahwa optimisme terkait hal ini terlalu dini.
Analis militer senior surat kabar tersebut, Amos Harel, menyoroti situasi sebenarnya dalam perundingan. Ia mengatakan, “Seperti biasa, disarankan untuk menyikapi laporan yang optimistis terkait kemajuan luar biasa dalam negosiasi kesepakatan tawanan dengan hati-hati. Memang ada perkembangan positif belakangan ini, tetapi sejauh yang kami ketahui, kedua pihak belum mencapai kesepakatan.”
Harel juga mengutip sumber keamanan Israel yang membantah klaim bahwa Hamas telah menyerahkan melalui perantara daftar nama tawanan yang mereka tahan beserta detail kondisi mereka. Ia menambahkan bahwa hingga saat ini, belum diketahui apakah Hamas dapat memastikan lokasi semua tawanan yang masih hidup.
Dua Variabel
Analis militer Haaretz mencatat bahwa suasana optimisme terkait tercapainya kesepakatan yang disampaikan pejabat senior di Israel, negara-negara mediator, dan Amerika Serikat, didorong oleh dua variabel utama:
- Pengaruh Presiden Terpilih AS Donald Trump
Trump berulang kali menuntut agar kesepakatan diselesaikan sebelum ia resmi menjabat pada 20 Januari mendatang. Jika tidak, Trump memperingatkan situasinya akan menjadi “buruk dan pahit.” Semua pihak, kata Harel, menganggap tuntutan ini dengan sangat serius. - Hamas yang Terisolasi
Harel mengklaim bahwa Hamas kini terisolasi setelah Hizbullah menarik diri dari konflik melalui gencatan senjata dengan Israel pada akhir November lalu. Sementara itu, Iran masih disibukkan dengan kerugian akibat runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah.
Namun, Harel menyoroti hambatan utama yang menghalangi kesepakatan, yaitu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak ingin menyelesaikan tahap kedua kesepakatan dan menghentikan perang. “Jelas bagi semua pihak bahwa Netanyahu ingin kembali berperang dan tidak berniat untuk benar-benar menyelesaikan tahap kedua serta melakukan penarikan penuh dari Gaza,” ujarnya.
Harel juga menyebutkan bahwa mediator terus meyakinkan Hamas bahwa jika Israel menyetujui untuk melanjutkan kesepakatan, maka akan sulit bagi pemerintah Israel untuk mundur dari pelaksanaan tahap kedua karena tekanan dari AS dan keluarga para tawanan.
Tekanan Internal
Netanyahu juga menghadapi tekanan dari mitra sayap kanan dalam pemerintahannya, terutama Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir. Ben Gvir menentang keras pembebasan tawanan Palestina secara umum dan terus mendorong proyek permukiman di Gaza. Selain itu, ia mengancam akan menggagalkan pengesahan anggaran sebagai bagian dari tuntutannya untuk memecat penasihat hukum pemerintah, Gali Baharav-Miara.
Kompleksitas Pertukaran Tawanan
Harel menyoroti kompleksitas dalam proses pertukaran tawanan. Salah satu tantangan utama adalah menentukan jumlah tawanan yang masih hidup yang ditahan oleh Hamas. Menurut perkiraan aparat keamanan, jumlahnya kurang dari setengah dari 100 orang yang diculik dan masih berada di Gaza.
“Untuk melanjutkan negosiasi, Hamas harus menyerahkan daftar lengkap nama tawanan,” tambah Harel. Namun, dua masalah muncul:
- Beberapa tawanan ditahan oleh kelompok Palestina yang lebih kecil atau keluarga kriminal lokal.
- Ada kemungkinan bahwa beberapa tawanan yang dianggap hilang telah tewas selama atau segera setelah serangan 7 Oktober, dan tempat pemakaman mereka tidak diketahui.
Harel juga mempertanyakan tuntutan Hamas dalam negosiasi. “Apa syarat utama Hamas untuk membebaskan para tawanan? Berapa banyak tahanan Palestina yang mereka minta untuk dibebaskan? Dan berapa banyak dari mereka yang memiliki hukuman berat sebagai imbalan untuk setiap tawanan yang mereka bebaskan?”
Tahapan Gencatan Senjata
Harel menutup analisisnya dengan menegaskan bahwa rencana tahap-tahap dalam kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan tawanan telah dibahas berkali-kali. Rencana ini mencakup:
- Tahap awal berupa kesepakatan kemanusiaan, yang melibatkan pembebasan wanita, lansia, korban luka, dan tahanan sakit.
- Dilanjutkan dengan pembebasan warga sipil dan tentara, yang mengharuskan Israel menunjukkan fleksibilitas dalam tahap awal, seperti mengurangi kehadiran mereka di Koridor Philadelphia di perbatasan Mesir, tanpa penarikan penuh pada tahap pertama.
Sumber: Pers Israel