Spirit of Aqsa– Setelah Moody’s menurunkan peringkat kredit Israel, penjajah Palestina itu dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan perang atau memulihkan ekonomi.
Lembaga pemeringkat kredit Moody’s kembali menurunkan peringkat Israel untuk kedua kalinya pada tahun ini, seiring meningkatnya biaya ekonomi akibat perang yang sedang berlangsung di Gaza dan meningkatnya ketegangan dengan Hizbullah. Peringkat kredit Israel diturunkan dua tingkat dari “A2” menjadi “Baa1”, membuat negara ini hanya tiga langkah dari status non-investasi.
Moody’s juga mempertahankan prospek negatif untuk Israel, mencerminkan kekhawatiran terhadap kemampuan negara tersebut untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah krisis keamanan yang memburuk.
Risiko Geopolitik yang Meningkat
Moody’s menyatakan bahwa risiko geopolitik Israel telah meningkat drastis, dengan dampak negatif signifikan terhadap kemampuan kredit negara ini dalam jangka pendek dan panjang.
Ketegangan meningkat dengan Hizbullah di Lebanon, terutama setelah serangan besar Israel terhadap markas Hizbullah di Beirut yang menewaskan Sekretaris Jenderal Hassan Nasrallah.
Ketegangan ini memicu kekhawatiran akan perluasan konflik yang melibatkan Iran, sekutu utama Hizbullah, dan meningkatkan potensi perang regional yang lebih luas, menurut laporan Bloomberg.
Ekonomi Israel yang Terguncang
Surat kabar Israel, Calcalist, melaporkan, proyeksi Moody’s untuk ekonomi Israel semakin suram. Diperkirakan ekonomi Israel hanya akan tumbuh sebesar 0,5% pada tahun ini dan 1,5% pada 2025, jauh di bawah proyeksi sebelumnya. Pemerintah Israel memperkirakan biaya perang dapat mencapai $66 miliar pada akhir 2025, setara dengan lebih dari 12% PDB negara tersebut.
Reaksi Israel
Kementerian Keuangan Israel menanggapi keputusan Moody’s dengan menyebutnya sebagai “berlebihan” dan “tidak berdasar.” Meski mengakui dampak ekonomi dari perang, pejabat keuangan Israel menilai kondisi ekonomi negara masih cukup kuat.
Defisit anggaran tahun ini diproyeksikan mencapai 7,5% dari PDB, sementara rasio utang terhadap PDB diperkirakan naik menjadi 70%.
Israel saat ini berada di bawah tekanan untuk segera mengesahkan anggaran negara 2025, dengan penekanan pada pemotongan di beberapa sektor untuk menyeimbangkan pengeluaran militer yang meningkat.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Moody’s menekankan bahwa Israel membutuhkan strategi keluar yang jelas dari konflik militer jika ingin memulihkan stabilitas ekonomi dan menarik investasi. Tanpa tindakan nyata dari pemerintah, Israel berisiko menghadapi kerentanan ekonomi yang berkepanjangan akibat meningkatnya risiko politik dan kelemahan institusional.