Spirit of Aqsa- Surat kabar “Haaretz” Israel melaporkan bahwa polisi Israel bersikap tebang pilih dan kurang responsif dalam menangani kekerasan serta pelanggaran ketertiban umum yang dilakukan oleh pemukim di Tepi Barat yang diduduki.
Menurut laporan, polisi enggan melakukan penangkapan terhadap pemukim dan malah bersikap lemah dalam menangani mereka, bahkan membiarkan aksi kerusuhan tanpa adanya tindakan hukum. Laporan tersebut juga mencatat bahwa Badan Intelijen Dalam Negeri Israel (Shabak) mencatat peningkatan tajam dalam aksi terorisme dan kekerasan yang dilakukan oleh pemukim, terutama dari kelompok kanan ekstrem, termasuk serangan balasan setelah insiden penembakan di dekat Desa Hotel dua minggu lalu.
Selain itu, sumber-sumber keamanan mengungkapkan bahwa keputusan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, untuk membatalkan perintah penahanan administratif terhadap sejumlah pemukim memberi mereka dorongan moral dan meningkatkan kesiapan mereka untuk melancarkan serangan terhadap warga Palestina.
Aksi kerusuhan juga terjadi di Desa Hotel pada malam Senin, di mana video menunjukkan puluhan pemukim bertopeng membakar truk dan merusak jendela rumah. Kepala Dewan Desa Hotel melaporkan bahwa pemukim membakar ekskavator, crane, dan sebuah rumah kaca, serta mengepung rumah tempat keluarga bersembunyi dan melempari rumah tersebut dengan batu.
Desa Jinssafut yang terletak di dekatnya juga menjadi tempat kerusuhan serupa, di mana bangunan dan kendaraan dibakar. Sumber keamanan melaporkan bahwa tiga bangunan, sebuah traktor, dan mobil dibakar, tetapi meskipun pasukan tentara dikerahkan, tidak ada penangkapan yang dilakukan terhadap para pelaku kerusuhan.
Lebih lanjut, dua orang Israel terluka parah pada Senin malam akibat penembakan di dekat lokasi kerusuhan. Pihak berwenang sedang menyelidiki apakah kedua korban – salah satunya berusia 17 tahun dan lainnya di usia 20-an – ditembak secara tidak sengaja oleh seorang polisi yang sedang menyemprotkan semprotan merica kepada mereka. Polisi tersebut kini sedang menjalani tahanan rumah karena khawatir menjadi sasaran serangan dari kelompok kanan ekstrem.
Berbagai bukti yang diterima Haaretz menimbulkan keraguan terhadap kemampuan polisi Israel di Tepi Barat dalam menangani kekerasan yang dilakukan oleh kelompok kanan ekstrem. Sumber-sumber menyatakan bahwa polisi sering terlambat tiba di lokasi kejadian dan kadang mengabaikan informasi intelijen yang disediakan oleh divisi Yahudi di Shabak.
Para aktivis kanan merasa bahwa mereka bebas bertindak tanpa takut ditangkap. Selain itu, unit polisi yang ditugaskan untuk menangani terorisme Yahudi di Tepi Barat tidak berfungsi secara efektif dan sering mengabaikan intelijen yang ada.