Spirit of Aqsa– Militer Israel sudah melakukan pembantaian selama enam bulan di Jalur Gaza, terhitung sejak 7 Oktober 2023. Hingga 7 April 2024, jumlah syuhada di daerah yang diblokade sejak 2007 itu mencapai 33 ribu orang, ribuan masih hilang di bawah reruntuhan dan tak ada keterangan, serta 75 ribu lebih korban luka.
Korban terbanyak adalah anak-anak dan perempuan. Laporan Aljazeera Arabic menyatakan, 13 ribu lebih anak-anak dan perempuan syahid dalam pembantaian yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Sementara, UNICEF memperkirakan 17 ribu anak Palestina terpisah dari orang tua.
Jumlah korban luka telah mencapai 75.815 orang, dan menurut Bulan Sabit Palestina, sekitar 1.000 anak kehilangan salah satu atau kedua kakinya.
Pengeboman dan Kelaparan
Militer Israel melakukan pengeboman dari semua arah di Jalur Gaza. Hal itu mengakibatkan kelaparan melanda daerah kantong Palestina tersebut. Terutama di Jalur Gaza uara. Aljazeera melaporkan, sekitar 2,2 juta penduduk Gaza mengalami kelaparan.
Banyak bayi dan anak-anak meninggal karena dehidrasi dan kekurangan gizi, terutama di Jalur Gaza utara. Sementara, Israel terus mencegah tim bantuan mencapai wilayah tersebut. Pekan lalu, Israel membunuh tujuh pekerja kemanusiaan asing Central World Kitchen yang sedang melakukan misi bantuan.
Israel juga memaksa 80% penduduk Gaza untuk mengungsi ke selatan, sekitar 1,9 juta orang yang tinggal di sekolah-sekolah dan rumah sakit, dan ratusan dari mereka syahid di dalam institusi-institusi yang diserang oleh penjajah.
Sekitar 1,5 juta pengungsi berkumpul di kota Rafah yang berdekatan dengan Mesir, dan Israel terus mengancam untuk menyerbu kota tersebut, meskipun peringatan dari komunitas internasional untuk tidak melakukannya.
Menurut laporan Al-Jazeera, sekitar 62% dari bangunan di Gaza hancur karena pengeboman, setara dengan 290.820 rumah.
Penghancuran yang Direncanakan
Bank Dunia dan PBB memperkirakan kerusakan infrastruktur di Gaza sebesar 18,5 miliar dolar, dengan pengeboman menyebabkan 26 juta ton puing-puing dan reruntuhan. Kerusakan yang luas terjadi di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, karena serangan darat dan udara Israel menghancurkan ribuan rumah dan infrastruktur.
Israel juga menghancurkan 8 dari 10 sekolah, membuat lebih dari 325 ribu siswa tidak bisa mengakses pendidikan.
Pasukan Israel juga menghancurkan rumah sakit dan pusat kesehatan yang dilindungi oleh hukum internasional, dengan dalih bahwa Hamas menggunakan fasilitas tersebut sebagai pusat koordinasi operasi.
10 rumah sakit dari total 36 masih beroperasi, tetapi tidak mampu memberikan layanan kepada semua orang karena jumlah korban yang tinggi, kurangnya sumber daya manusia dan medis.
Penargetan Jurnalis dan Medis
Israel menghancurkan Rumah Sakit Al-Shifa setelah dua minggu pengepungan penuh, dan mengeksekusi 400 warga sipil di dalamnya, termasuk dokter dan staf medis.
Pusat-pusat kesehatan menghadapi kekurangan peralatan dan obat-obatan yang signifikan, yang meningkatkan jumlah korban, sementara pemboman dan penghancuran terus berlanjut, serta penyebaran penyakit, wabah, kelaparan, dan blokade akses bantuan yang diperlukan.
Pembantaian Gaza merupakan yang paling mematikan dalam sejarah modern bagi jurnalis, dengan sekitar 140 jurnalis syahid, menurut sumber-sumber pemerintah Gaza. Sementara, Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan jumlah korban telah mencapai 90 jurnalis.
Di antara jurnalis yang menjadi syuhada adalah fotografer Samer Abu Daqqa, Hamza al-Duhduh, putra rekan jurnalis Wael al-Duhduh, dan rekan jurnalisnya Mustafa Thraya.