Spirit of Aqsa, Palestina- Pekerja medis dan media di Jalur Gaza menjadi salah satu kelompok yang menjadi target pomboman zionis Israel. Padahal, kinerja medis dan jurnalistik mendapat perlindungan hukum internasional meski berada di tengah peperangan.
Misalnya, keluarga dari dokter yang bekerja di rumah sakit Indonesia di Gaza telah terbunuh oleh serangan udara Israel. Kabar tersebut dibagikan media Palestina Quds News Network. Sebuah video yang menampilkan suasana yang riuh memperlihatkan seorang pria menerima telepon dengan latar suara tangisan pria lain.
Dalam keterangan video yang diberikan akun media sosial Quds News Network, pria dalam video tersebut adalah kepala bagian bedah di Rumah Sakit Indonesia Mohammad Al Rann.
“Jet Israel telah menargetkan keluarga kepala operasi di Rumah Sakit Indonesia, Mohammad Al Rann, membunuh mereka semua. #Israel telah menargetkan keluarga dokter dan jurnalis, membunuh seluruh keluarga,” ujar keterangan akun tersebut
Sebelumnya, RS Al-Shifa, RS Al-Quds,dan RS Indonesia dilaporkan terdampak bombardir Israel di wilayah sekitar. Kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan bahwa beberapa rudal menghantam sekitar Kompleks Medis Al-Shifa, yang menampung jumlah korban luka dan staf medis terbesar di seluruh Jalur Gaza.
Serangan terpisah juga terjadi untuk kedua kalinya di sekitar Rumah Sakit Al-Quds di lingkungan Tal Al-Hawa. Sedangkan Aljazirah melaporkan bahwa sekitaran RS Indonesia di kota Beit Lahia di utara Gaza juga dibombardir pada Senin (23/10/2023) pagi.
Direktur rumah sakit Atef al-Kahlout menuturkan pada Aljazirah, serangan di sekitar Rumah Sakit Indonesia telah menyebabkan “kerusakan dan cedera serius”. Tidak jelas apakah pasien dan orang lain yang berlindung di rumah sakit juga termasuk di antara mereka yang terluka.
Target Keluarga Jurnalis
Banyak pekerja media juga kehilangan keluarga saat mereka bertugas. Salah satunya yang menghadapi situasi yang sama adalah kepala biro Bahasa Arab Aljazirah di Gaza Wael Al Dahdouh. Wael kehilangan istri, putra, putri dan cucu akibat gempuran Israel tanpa ampun. Mereka berada di kamp pengungsi Nuseirat saat serangan terjadi.
Jurnalis Palestina dan penulis yang berbasis di Gaza, Mohammed R Mhawish, mengaku menonton laporan langsung Dahdouh saat wartawan senior itu mendengar seluruh keluarganya terbunuh.
“Sebagai jurnalis dan penulis, Wael merupakan mercusuar pemberitaan yang berani dan jurnalisme yang autentik. aya sedang mendengarkan siaran langsung ketika ia menerima berita terbunuhnya seluru keluarganya. Sangat mengejutkan saya melihat tiba-tiba ia tak berbicara di layar,” sambung Mhawish.
Aya Mhanna, seorang psikolog klinis Lebanon yang tinggal di Istanbul, juga tak bisa menyembunyikan kesedihannya atas nasib Dahdouh.
“Instagram saya penuh dengan orang-orang yang membagikan (kisahnya) sejak kemarin. Ini menghancurkan hati saya,” tambahnya.
Ucapan simpati untuk Dahdouh pun berdatangan dari seluruh penjuru Gaza dan Timur Tengah. “Israel berusaha untuk membungkam Wael dan seluruh suara rakyat Palestina yang mencoba melaporkan kenyataan hidup di bawah pendudukan dan perang,” kata mahasiswa jurusan media dan komunikasi massa di Gaza, Ahmed Al-Yazil.
“Tetapi itu tak berhasil, bahkan jika itu berarti kami kehilangan orang yang dicintai dalam usaha menyusuri jalan tersebut,” tambahnya.