Spirit of Aqsa, Palestina- Gelombang panas melanda di wilayah-wilayah Palestina, terutama Lembah Yordan, Ramallah, Al-Bireh, bahkan daerah pegunungan. Hal tersebut menjadi momok memakutkan bagi warga Palestina. Itu karena krisis air akibat blokade penjajah Israel tengah melanda negara tersebut.
Di sisi lain, pakar cuaca Palestina, Asim Asida, meminta masyarakat Palestina untuk banyak mengomsumsi air putih dan menjauhi terkena sinar matahari langsung. Namun, permintaan tersebut tak dapat dipenuhi rakyat Palestina. Itu karena perlakuam penjajah Israel yang membatasi dan merampas sumber air mereka.
Musim panas kian memperparah krisis air di sana. Ramallah dan Al-Bireh, mengalami kekurangan air minum yang parah hingga mencapai rumah-rumah warga. Melalui stasiun radio lokal, khususnya pada program pengaduan pagi, warga menyampaikan keluh kesahnya mengenai kekurangan air di kota-kota Palestina.
Di Raya FM, yang disiarkan dari Ramallah, warga kota Birzeit, utara Al-Bireh, menyatakan, mereka tidak mendapatkan air bersih selama dua pekan. Warga lain mengeluhkan air bersih tidak mencapai rumah-rumah mereka sejak sebulan terakhir.
Sedangkan bagi penyiar Tariq Al-Sharif, pembawa acara program “With People” di Raya, ia tampaknya tidak memiliki apa pun untuk meyakinkan warga dan pendengar yang menelepon. Itu karena dia merujuk pada pernyataan direktur Otoritas Air Kegubernuran Al-Quds, Abdul Khaleq Al-Karmi, yang memperingatkan “akan adanya bencana nyata yang pasti akan datang.”
Al-Sharif menekankan, solusi ideal yang biasa dilakukan masyarakat adalah membeli air melalui tangki pribadi, yang memerlukan biaya finansial yang tinggi. Dia menunjukkan, harga sebuah tangki air telah mencapai lebih dari 500 syikal Israel.
Direktur Otoritas Air Kegubernuran Yerusalem, Abdul Khaleq Al-Karmi, menilai bahwa krisis air terkait dengan semua musim panas, dan alasannya terkait dengan kekurangan air yang mencapai otoritas tersebut, mengingat meningkatnya jumlah yang dibutuhkan oleh warga. , karena konsumsi mereka meningkat dua kali lipat.
Dia menekankan bahwa departemen tersebut mengalami “kekurangan permanen”, yang berlipat ganda selama musim panas. Adapun penyebab meningkatnya krisis tahun ini, ia mengemukakan tiga alasan: kekurangan jumlah air dan fluktuasi pasokan utilitas yang mempengaruhi distribusi air, mengingat lemahnya tekanan jaringan selama proses tersebut. konsumsi air meningkat di wilayah tersebut karena masuknya sejumlah besar ekspatriat dari luar negeri, dan gelombang panas parah yang melanda wilayah tersebut.
“Dalam jumlah, kami melakukan analisis terhadap sumber pasokan air kepada Otoritas dibandingkan 2022, dan ternyata terdapat perbedaan besar dalam jumlah dan tekanan. penyediaan air kepada Otoritas, dan peningkatan konsumsi di wilayah gubernur. Jumlah air sama dan berfluktuasi, sedangkan warga meningkat dua kali lipat,” ujarnya.