Lembaga Al-Quds Internasional menyatakan bahwa sejak awal bulan Ramadan, Masjid Al-Aqsa telah mengalami tiga bentuk serangan dari Israel. Lembaga ini menegaskan bahwa menjaga identitas Masjid Al-Aqsa adalah tanggung jawab seluruh umat Islam.
Dalam pernyataan persnya, lembaga tersebut mengungkapkan bahwa dalam sepuluh hari pertama Ramadan, Masjid Al-Aqsa telah mengalami tiga bentuk serangan. Yang pertama adalah larangan I’tikaf pada Jumat pertama Ramadan untuk pertama kalinya sejak 2014, di mana jamaah dan orang-orang yang beritikaf diusir secara paksa dengan kekerasan senjata.
Serangan kedua adalah perampasan dua pengeras suara di Musala Marwani pada Minggu, 9 Maret, dengan tujuan menghambat jalannya shalat dan mencegah suara azan serta doa terdengar oleh jamaah. Pasukan Israel berdalih bahwa pemasangan pengeras suara tersebut dilakukan tanpa koordinasi, yang mencerminkan upaya Israel untuk mengambil alih kendali atas proses renovasi dan pembangunan Masjid Al-Aqsa. Padahal, renovasi dan perawatan Masjid Al-Aqsa adalah hak eksklusif dari Waqaf Islam di Yerusalem yang berada di bawah naungan pemerintah Yordania.
Serangan ketiga, menurut lembaga tersebut, adalah pengetatan blokade di sekitar Masjid Al-Aqsa. Pasukan Israel telah menerapkan tiga lapisan pengamanan yang membatasi akses ke masjid, yaitu di sekitar Kota Yerusalem, di sekitar Kota Tua, serta di gerbang-gerbang menuju masjid. Akibatnya, jumlah jamaah yang dapat beribadah di dalam masjid lebih sedikit dibandingkan tahun 2021 dan 2022. Selain itu, Israel juga melarang masuknya makanan sahur dan berbuka ke dalam masjid, serta mengerahkan patroli untuk memeriksa dan menggeledah jamaah yang berada di dalamnya.
Lembaga Al-Quds menegaskan bahwa serangan terus-menerus terhadap Masjid Al-Aqsa merupakan bagian dari skema yang jelas untuk mengubah status quo keagamaan di tempat suci ini. Israel berupaya menghapus eksistensi masjid dan menggantinya dengan pembangunan “Kuil Yahudi” yang diklaim berada di lokasi Al-Aqsa.
Dalam menghadapi ancaman eksistensial ini, lembaga tersebut menekankan bahwa Masjid Al-Aqsa selalu menjadi titik krusial dalam konflik Zionisme sejak empat dekade terakhir. Serangan terhadap Al-Aqsa mencerminkan ancaman terhadap Palestina secara keseluruhan, rakyatnya, serta identitas nasional mereka. Oleh karena itu, membela masjid ini adalah kewajiban seluruh umat Islam, baik melalui kehadiran fisik, I’tikaf, maupun perlawanan terhadap agresi Israel.
Lembaga ini juga menyerukan kepada seluruh umat Islam, baik masyarakat umum, ulama, maupun cendekiawan, untuk mengarahkan perhatian dan upaya mereka dalam membela serta membebaskan Masjid Al-Aqsa. Mereka menegaskan bahwa perjuangan untuk Al-Aqsa adalah perjuangan sentral yang dapat menyatukan umat Islam di seluruh dunia.
Selain itu, lembaga tersebut menyoroti upaya Israel yang terus-menerus merusak dan menghalangi perbaikan serta pemeliharaan Masjid Al-Aqsa. Serangan terhadap sistem pengeras suara pada 15 April 2022, yang hingga kini belum diperbaiki, menjadi salah satu contoh bagaimana Israel mencoba mengganggu jalannya ibadah di masjid ini.
Dalam menghadapi situasi ini, lembaga Al-Quds mendesak pemerintah Yordania untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai penjaga resmi Masjid Al-Aqsa. Mereka meminta Yordania untuk mengambil langkah-langkah konkret guna memastikan hak eksklusifnya dalam merenovasi dan merawat masjid tetap dijalankan. Lembaga tersebut meyakini bahwa jika Yordania mengambil langkah tegas, mereka akan mendapatkan dukungan luas dari berbagai pihak.
Sebagai negara yang memiliki mandat resmi untuk mengelola situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem, Yordania mengawasi urusan Masjid Al-Aqsa melalui Departemen Waqaf Islam di bawah Kementerian Waqaf Yordania.
Sementara itu, dengan datangnya bulan Ramadan, Israel telah mengerahkan sekitar 3.000 pasukan polisi di Yerusalem. Mereka juga mengeluarkan puluhan keputusan pengusiran terhadap pemuda, aktivis, dan jurnalis Palestina, serta membatasi jumlah jamaah dari Tepi Barat yang diperbolehkan masuk ke Masjid Al-Aqsa hanya sebanyak 10.000 orang, itupun harus berusia di atas 50 tahun.
Sumber: Al Jazeera