Kembalinya ratusan ribu pengungsi Palestina ke Gaza Utara menjadi pukulan bagi para pemimpin dan pemukim Israel. Pemandangan tersebut menandai momen bersejarah dalam perjuangan rakyat Palestina, menegaskan pentingnya hak untuk kembali, serta menunjukkan keteguhan rakyat Palestina dalam mempertahankan tanah mereka, meskipun menghadapi berbagai pengorbanan.
Menurut laporan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), lebih dari 376 ribu warga Palestina kembali ke Gaza Utara antara Senin pagi hingga Selasa sore.
Gambar lautan manusia yang kembali ke Gaza dianggap sebagai tanda berakhirnya perang. Analis militer Haaretz, Amos Harel, menilai bahwa pemandangan tersebut menghancurkan ilusi kemenangan mutlak yang selama ini dipropagandakan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para pendukungnya.
Sementara itu, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, menyebut kembalinya warga Gaza ke rumah mereka sebelum kembalinya warga Israel ke permukiman sekitar Gaza sebagai “bukti menyakitkan” atas kegagalan pemerintahan Netanyahu.
Ketua Partai Otzma Yehudit, Itamar Ben-Gvir, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kembalinya pengungsi ke Gaza Utara. Ia menyebut peristiwa tersebut sebagai “kemenangan Hamas” dan bagian dari kesepakatan yang “ceroboh dan tidak bertanggung jawab”.
“Sungguh ini bukan gambaran kemenangan total, tetapi gambaran dari sebuah penyerahan total. Para tentara Israel tidak bertempur dan mengorbankan nyawa mereka untuk melihat pemandangan seperti ini,” katanya.
Forum Pemimpin dan Tentara Cadangan Israel juga memperingatkan bahwa kembalinya warga Gaza Utara adalah “langkah berbahaya” yang berarti menyerahkan aset strategis yang telah diperoleh dalam perang demi kesepakatan yang mereka anggap “sepotong-sepotong dan berbahaya”.
Momentum Kembali yang Menggagalkan Rencana Israel
Sejumlah analis dan pakar politik mengungkapkan bahwa kembalinya pengungsi Palestina telah menggagalkan berbagai skenario yang telah disiapkan oleh Israel:
- Mengokohkan Hak untuk Kembali
Pemimpin Hamas, Mahmoud Mardawi, menegaskan bahwa gelombang kepulangan ini menunjukkan keteguhan rakyat Palestina dalam mempertahankan tanah mereka, menolak migrasi paksa, dan memperkuat hak mereka untuk kembali. - Menentang Pernyataan Trump
Kembalinya pengungsi juga menjadi respons langsung terhadap usulan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang menyarankan agar warga Palestina direlokasi ke Mesir, Yordania, atau negara lain. - Menggagalkan Rencana Permukiman Kembali di Gaza
Israel berencana mengembalikan permukiman ilegal di Gaza, terutama di wilayah utara. Namun, dengan kembalinya ratusan ribu warga Palestina, rencana tersebut menjadi tidak mungkin direalisasikan. - Meningkatkan Kesadaran Kolektif Palestina
Kesadaran rakyat Palestina terhadap hak atas tanah mereka semakin kuat, berbeda dengan peristiwa 1948 yang membuat mereka terpaksa meninggalkan wilayahnya. - Meruntuhkan Konsep “Penggantian Penduduk”
Israel selama ini menerapkan kebijakan pemindahan paksa penduduk asli dan menggantinya dengan pemukim Yahudi. Namun, kembalinya pengungsi telah menggagalkan konsep ini. - Mematahkan Pola Pengusiran Paksa
Sejak 1948, setiap perang yang melibatkan Israel selalu berujung pada pengusiran warga Palestina. Kali ini, pola tersebut gagal karena para pengungsi justru kembali dengan jumlah besar. - Menghancurkan Narasi Bahwa Palestina Bisa Meninggalkan Tanahnya
Israel selama ini membangun narasi bahwa warga Palestina dapat meninggalkan tanah mereka jika mendapat kehidupan yang lebih baik di tempat lain. Namun, kepulangan para pengungsi membuktikan bahwa rakyat Palestina tidak akan meninggalkan tanahnya. - Menggagalkan Teori “Pencegahan melalui Kehancuran”
Israel menghancurkan wilayah pemukiman di Gaza dengan harapan dapat mencegah warga kembali. Namun, realitas menunjukkan bahwa mereka tetap kembali meskipun infrastruktur telah hancur. - Menyabotase Rencana Pemisahan Gaza
Israel ingin membagi Gaza menjadi beberapa kantong terpisah—utara, tengah, dan selatan—untuk memudahkan kontrol. Namun, gelombang kepulangan pengungsi membuat rencana ini tidak bisa berjalan. - Menghancurkan Rencana Jangka Panjang Militer Israel
Tentara Israel telah merancang operasi militer untuk mengosongkan Gaza secara bertahap. Namun, dengan kepulangan pengungsi, rencana ini runtuh. - Menyulitkan Israel untuk Melanjutkan Perang
Dengan kembali penuhnya penduduk Gaza Utara, Israel akan menghadapi tantangan besar jika ingin kembali melancarkan agresi. Tekanan internasional juga meningkat, membuat opsi perang semakin sulit. - Menimbulkan Keputusasaan di Kalangan Publik Israel
Sebagian besar warga Israel kini percaya bahwa perang ini telah gagal. Survei menunjukkan bahwa 60% dari mereka ingin perang dihentikan. Mereka juga mempertanyakan hasil dari perang yang telah berlangsung selama lebih dari 15 bulan.
Seperti yang ditulis oleh Amos Harel dari Haaretz, “Sangat sulit bagi Israel untuk melanjutkan perang dan mengusir kembali warga sipil dari wilayah yang telah mereka tinggalkan.”
Selain itu, analis militer Azzam Abu Al-Adas menegaskan bahwa jika perang dilanjutkan, perlawanan Palestina telah mempersiapkan medan tempur dengan ranjau, jebakan, dan strategi militer yang lebih kuat dibandingkan sebelumnya.
Kini, Israel dihadapkan pada kenyataan bahwa meskipun telah mengerahkan kekuatan militer besar-besaran dan menerima dukungan politik dari negara-negara Barat, mereka tetap gagal mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka.
Gelombang kepulangan pengungsi Palestina ke Gaza Utara tidak hanya menjadi kemenangan moral bagi rakyat Palestina, tetapi juga menandai kegagalan besar bagi strategi Israel di semua lini—militer, politik, dan psikologis.
Sumber: Al Jazeera