Perang Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza telah memunculkan banyak bentuk penderitaan harian bagi warga Palestina. Lebih dari 1.500 orang telah kehilangan penglihatan mereka selama perang.

Menurut otoritas kesehatan di Gaza, ribuan orang lainnya (sebagian besar anak-anak dan pemuda) terancam kehilangan penglihatan akibat luka langsung di mata yang disebabkan oleh pecahan ledakan dan sabuk peledak yang digunakan oleh pasukan pendudukan Israel.

Bahkan, risiko kehilangan penglihatan juga menghantui para pasien dengan penyakit mata kronis yang tidak dapat diobati atau dioperasi karena kekurangan parah peralatan medis dan obat-obatan.

Seorang warga Palestina menceritakan bagaimana putrinya terluka dalam serangan pada pertengahan Mei lalu di Beit Lahia, Gaza utara. Ia mengatakan, sebuah drone Israel menembakkan rudal ke arah mereka, diikuti oleh tembakan artileri, yang menewaskan istrinya, anak perempuannya yang lain, dan beberapa orang lainnya.

Putrinya, Sarah, kehilangan satu matanya akibat serangan tersebut. Ia menggambarkan luka anaknya sebagai beban berat dan memperkirakan masa depan yang sangat sulit bagi Sarah tanpa penglihatannya.

Seorang warga lain juga menceritakan bahwa anaknya mengalami cedera serius pada matanya, dan hingga kini belum jelas apakah penglihatannya bisa diselamatkan. Dokter hanya dapat menutup lukanya sementara karena keterbatasan obat dan peralatan akibat blokade Israel. Ia menggambarkan kondisi mental anaknya sangat buruk.

Seorang ibu Palestina mengeluh tentang rasa sakit hebat di mata kirinya yang terus berair, membuatnya tak bisa melihat. Ia mengatakan, kondisi perang dan penutupan perbatasan membuatnya mustahil untuk berobat ke luar Gaza.

Sementara itu, seorang dokter di Rumah Sakit Mata Gaza (rumah sakit khusus bedah dan perawatan mata) mengungkapkan bahwa lebih dari 40 kasus cedera mata datang ke rumah sakit setiap pekan.

Ia menjelaskan, jumlah ini melonjak karena layanan kesehatan mata tidak tersedia selama perang, rumah sakit sempat lumpuh akibat invasi Israel, dan ketiadaan peralatan medis, obat-obatan, serta bahan operasi yang diperlukan.

Seorang warga lainnya menggambarkan cedera matanya yang terjadi pada bulan Ramadan sebagai “kisah siksaan”, dan kini ia tak bisa melihat sama sekali dari mata tersebut. Apalagi, minimnya layanan medis membuat peluang untuk sembuh semakin tipis.

Sejak Israel melanjutkan agresi ke Gaza pada Maret lalu, lebih dari 6.300 orang gugur dan 22 ribu lainnya luka-luka, termasuk 600 warga kelaparan yang dibunuh di sekitar pusat distribusi bantuan di bawah pengawasan AS-Israel.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here