Tempat yang dijanjikan sebagai “zona aman” justru berubah jadi titik kematian. Israel mempersempit wilayah Al-Mawasi di barat Khan Younis, satu-satunya tempat yang sebelumnya ditunjuk sebagai area perlindungan bagi ratusan ribu pengungsi.
Belum pulih dari luka dan derita pengungsian, ribuan warga kini kembali terusir. Mereka dipaksa berpindah ke barat Rafah, ke tempat yang bahkan tak lagi layak disebut sebagai tanah kehidupan.
Tak berhenti di situ. Lewat pernyataan resmi, militer Israel kembali mengultimatum warga agar segera mengosongkan kawasan-kawasan padat seperti Al-Jalaa, Kota Hamad, dan Qarara. Alasannya: akan ada serangan besar.
Namun di lapangan, kenyataannya jauh lebih kejam. Warga menyebut ini sebagai “genosida lewat pengungsian.” Khan Younis dihancurkan sedikit demi sedikit. Dari timur hingga barat. Rumah-rumah diratakan, warga terusir, rumah sakit terbesar (RS Nasser) dipaksa tak beroperasi. Kini, tempat perlindungan satu-satunya tinggal pasir pantai.
“Bayangkan ratusan ribu manusia bertumpuk di pinggir laut. Tanpa air. Tanpa makanan. Tanpa apa-apa,” tulis salah satu aktivis, dikutip Al Jazeera.
Al-Mawasi merupakan wilayah terbuka tanpa sanitasi, tanpa listrik, tanpa akses air bersih. Sebagian besar lahannya hanya berupa pasir dan rumah kaca tua. Di sanalah warga Khan Younis, Rafah, dan Gaza berkumpul, di tenda-tenda compang-camping dari plastik robek, menanti bantuan yang tak kunjung datang.
Sejak perang dimulai ulang pada 18 Maret lalu, tentara Israel terus menggusur rakyat Gaza. Satu per satu kota dikosongkan. Satu per satu zona “aman” berubah jadi medan kematian. Dan dunia, seperti biasa, hanya menonton.