Spirit of Aqsa- Kesabaran warga Jalur Gaza kian teruji setelah krisis pangan. Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Wilayah Mediterania Timur, Hanan Balkhy mengatakan, beberapa warga Gaza kini hanya makan pakan ternak dan minum air limbah. Balkhy mendesak agar peningkatan akses bantuan segera diberikan ke wilayah yang terkepung.
“Ada orang yang kini makan makanan hewani, makan rumput, dan minum air limbah. Anak-anak hampir tidak bisa makan, sementara truk-truk berdiri di luar Rafah,” ungkap Balkhy, dikutip The New Arab, Kamis (6/6/2024).
Saat ini, akses bantuan harus melewati Kerem Shalom yang terletak di antara Gaza, Palestina, dan Israel. Akses yang terbatas tersebut masih terhambat karena pertempuran, serangan bom, dan jalanan yang dipenuhi puing-puing bangunan.
Balkhy bahkan mengatakan bahwa Kerem Shalom sebenarnya tidak layak digunakan sebagai jalur makanan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memperingatkan bahwa kelaparan akan terjadi pada setengah populasi di Gaza. Sebanyak 1,1 juta orang saat ini tengah menghadapi tingkat kerawanan pangan yang sangat parah.
Kesaksian warga di Gaza
Fasilitas penyulingan air laut dan jaringan pembuangan limbah di Gaza sudah terganggu. Seorang warga Palestina di Gaza, Karam Abu Nada (30) mengatakan bahwa rusaknya jaringan pipa mengakibatkan air terkontaminasi limbah.
Warga juga masih harus mengantre dan berlomba-lomba hanya untuk mendapatkan air limbah tersebut. Tak hanya untuk diminum, air yang sudah tercemar tersebut digunakan untuk membersihkan barang, mencuci, dan memasak.
Seorang pekerja medis di Beit Lahia, Jalur Gaza, Mahmoud Shalabi menuturkan bahwa orang-orang sudah menggiling biji-bijian yang dipakai untuk pakan ternak menjadi tepung. Bahkan, persediaan makanan dari pakan ternak tersebut kini juga sudah mulai habis dan tidak ditemukan lagi di pasar.
Perang berdampak besar pada kesehatan Bukan hanya keterbatasan pangan, Balkhy mengungkapkan bahwa perang akan berdampak besar bagi para pasien yang ada di Gaza. Balkhy menyampaikan, sebanyak 11.000 orang yang sakit, kritis, dan terluka di Gaza perlu dievakuasi.
“Pasien yang keluar menunjukkan beberapa trauma yang sangat kompleks: patah tulang, organisme yang resistan terhadap berbagai obat, anak-anak yang sangat cacat,” tutur Balkhy.
Untuk merawat orang-orang tersebut, Balkhy menjelaskan bahwa tenaga medis perlu menggunakan layanan kesehatan yang lebih lengkap. WHO sendiri sudah memperingatkan mengenai adanya penghentian mendadak terhadap evakuasi medis sejak serangan Israel ke Rafah.
Badan kesehatan dunia tersebut juga mengingatkan bahwa akan ada lebih banyak orang yang meninggal saat menunggu perawatan.