Spirit of Aqsa, Palestina- Media Israel menggambarkan, warga Israel saat sedang mengalami bencana ketakutan. Sementara elit merasa khawatir kehilangan dukungan luar negeri, terutama Amerika Serikat, mengingat penolakan publik terhadap pembantaian yang dilakukan terhadap warga Palestina.
“Saya melihat bahwa situasi kami menjadi sangat buruk. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa mengakhiri hari saya sampai-sampai saya takut menggunakan kartu kredit untuk membeli susu anak perempuan saya. Kulkas saya kosong,” kata Lielor Moshayev, seorang pengusaha Israel, dikutip media lokal Israel, Rabu (27/12. Dia juga curhat belum menerima gaji dan dihantui rasa bahaya setiap hari karena desingan peluru.
Sementara itu, Alon Pinkas, mantan Konsul Israel di New York, memperingatkan tentang tumbuhnya penolakan terhadap Israel di negara-negara Barat sebagai dampak dari agresi terhadap Gaza dan reaksi publik yang menentang agresi tersebut.
“Oposisi terhadap Israel terus berkembang, dan ada pandangan umum kritis yang tidak melihat Israel sebagai aset strategis, bahkan tidak melihatnya sebagai sekutu yang dapat diandalkan,” kata Pinkas melalui Channel 11 Israel.
Pinkas mengakui, Angkatan Udara Israel dan intelijennya tidak dapat bertahan tanpa dukungan Amerika Serikat. Itu menunjukkan adanya suara-suara yang mendesak agar Israel lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan dan kedekatan ini.
Tetapi dia memperingatkan bahwa “mereka yang percaya bahwa tingkat keterlibatan Amerika terhadap Israel seperti yang diungkapkan oleh Presiden AS Joe Biden akan tetap seperti ini selama 10 tahun mendatang; mereka tidak memahami perubahan yang terjadi di Amerika Serikat.”
Meskipun beberapa orang memperingatkan, Israel berisiko kehilangan citra internasional, beberapa suara tetap bersikap mendukung terus melancarkan agresi terhadap Gaza, seperti yang diungkapkan oleh Jenderal Cadangan Guy Tzur, mantan komandan Pasukan Darat.
Guy mengklaim, Israel harus mencapai tujuan perang untuk mencegah Hamas mendapatkan kembali kekuatannya dengan cepat. Israel harus mencapai tujuannya karena tiga alasan:
“Pertama, karena jika tidak, itu akan membuktikan kepada musuh di sekitarnya bahwa mereka bisa mengalahkannya, dan kelemahan Israel akan meningkat dalam citra, yang akan menimbulkan bencana besar.”
Kedua, agar tidak merongrong kepercayaan masyarakat Israel pada militer. Alasan ketiga, terkait dengan “harga mahal yang dibayar oleh Israel dalam perang Gaza, yang merupakan harga besar dan tertinggi sejak berdirinya Israel.”