Sedikitnya 32 warga Palestina syahid akibat gempuran udara Israel, termasuk serangan terhadap sebuah sekolah di barat Kota Gaza yang menampung ratusan pengungsi pada Jumat (22/8). Di tengah dentuman artileri dan pergerakan tank Israel menuju kawasan permukiman, gelombang pengungsian dari kota semakin membesar.

Sumber medis melaporkan bahwa dari total korban, 24 orang syahid di Kota Gaza saja, sisanya tersebar di berbagai titik lain di Jalur Gaza. Salah satu serangan paling mematikan menimpa Sekolah Amr bin al-As di lingkungan Sheikh Radwan, menewaskan 12 orang, sebagian besar anak-anak. Rekaman video memperlihatkan warga bergegas mengangkut jenazah dan korban luka dari dalam ruang-ruang kelas yang hancur.

Hanya beberapa jam sebelumnya, serangan lain di lokasi pengungsian yang sama merenggut lima nyawa, tiga di antaranya anak-anak. Di kamp pengungsi al-Shati yang berdekatan, empat orang, termasuk dua anak, ikut menjadi korban.

Serangan kian meluas. Kawasan selatan dan timur Kota Gaza menjadi target utama dengan rentetan bom dan roket. Di Distrik Sabra, delapan orang syahid dalam satu malam, termasuk seorang tokoh dari Fatah, ketika rumahnya dibom. Rumah Sakit Baptis melaporkan tambahan dua korban jiwa akibat serangan di lokasi sama. Tim medis menyatakan tidak mampu mencapai beberapa area yang dibombardir, termasuk Sabra dan Zeitoun.

Sementara itu, di bagian timur kota, seorang warga tewas di Tuffah, dan seorang perempuan gugur akibat tembakan drone di Shujaiya. Di Jabalia, wilayah utara Gaza, laporan menyebut adanya korban jiwa dan luka-luka, diiringi operasi penghancuran bangunan yang dilakukan pasukan Israel sepanjang malam.

Khan Younis pun tak luput. Serangan ke kamp pengungsi dan sebuah stasiun air menewaskan dua orang, sementara di selatan kota itu, pasukan Israel meledakkan kembali sejumlah bangunan permukiman.

Tragedi ini menyusul laporan dari Kamis, ketika 41 warga Palestina syahid, termasuk 11 orang yang tengah berdesakan mencari makanan.

Pengungsian Baru dari Kota Gaza

Dengan tank-tank Israel yang semakin mendekat dalam sepuluh hari terakhir, ribuan keluarga meninggalkan rumah mereka. Sebagian menuju kamp-kamp di pesisir, sebagian lagi bergerak ke wilayah tengah dan selatan. Reuters melaporkan, eksodus ini berlangsung di tengah suasana mencekam, dengan ribuan orang berjalan kaki membawa sisa barang seadanya.

Sementara itu, juru bicara militer Israel Avichay Adraee menyatakan pasukan telah menghubungi lembaga medis dan internasional di utara Gaza, memperingatkan mereka untuk mempersiapkan evakuasi besar-besaran. Namun, Kementerian Kesehatan Gaza menolak ultimatum tersebut, menegaskan bahwa rumah sakit tidak bisa dikosongkan begitu saja di tengah situasi darurat.

Direktur Layanan Medis Darurat Gaza, Muhammad Abu Afash, memperingatkan bahwa jika tidak ada intervensi internasional, Gaza City berpotensi menghadapi arus pengungsian besar-besaran dan bencana kemanusiaan skala baru.

Di level politik, pemerintah Netanyahu telah menyetujui rencana pendudukan penuh Gaza, dengan ancaman terang-terangan: kota akan dihancurkan bila Hamas menolak syarat yang mereka ajukan untuk mengakhiri perang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here