Spirit of Aqsa, Palestina- Otoritas penjajah Israel di bawah Benjamin Netanyahu membentuk kementerian baru untuk Negev dan Galilea (Al-Jalil). Itu menjadi bukti langkah penjajah Israel yang semakin gencar melakukan yahudisasi. Tak hanya di Al-Quds, tapi juga di Negev dan Galilea, yang menjadi daerah bobot demografi warga Palestina paling besar.

Pandangan Zionis mengarah pada apa yang disebutnya “masa depan keamanan” wilayah Galilea, dan mengklaim bahwa wilayah tersebut menghadapi kebijakan “cengkeraman yang mencekik” dari orang-orang Palestina.

Laporan Ibrani mengungkapkan bahwa pemimpin permukiman ilegal seperti “kibbutz dan desa” melakukan tur di jantung Galilea pekan lalu, dan mereka tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya tentang keamanan dan masa depan demografis wilayah tersebut. Sebuah “tujuan nasional” adalah nama yang diserukan oleh banyak kaum kiri dalam visi mereka tentang yahudisasi Galilea.

Ayal Ben Reuven, mantan anggota Zionis Knesset dari Partai Gerakan, yang merupakan penduduk Galilea Bawah, mengatakan kepada surat kabar Makur Rashon, “Ketika saya meninggalkan rumah saya dan melihat sekeliling saya, saya hanya melihat orang Palestina di pusat populasi. Kenyataan ini memiliki implikasi keamanan yang serius.

“Jika ‘negara’ tidak bekerja untuk memukimkan satu juta orang Yahudi lagi secara besar-besaran, maka kita akan berubah menjadi realitas keamanan yang tidak akan memberikan gerakan Mei 2021 kecuali hanya gejala sederhana pada apa yang akan kita hadapi di masa depan. Dan bisa jadi kita sampai pada situasi di mana kita membutuhkan tank-tank untuk membuka jalan,” yang dimaksudkan adalah aksi-aksi protes Palestina di kota Jaffa, Acre, Lod dan Ramle,” katanya.

Bukan rahasia lagi bahwa selama bertahun-tahun pemerintah pendudukan Zionis telah mempersiapkan untuk melakukan yahudisasi Galilea, baik di tingkat konsep perencanaan strategis, atau pengambilan langkah-langkah khusus di lapangan, dengan tujuan membawa satu juta lagi orang Yahudi ke Galilea dalam satu dekade, dengan dalih bahwa mereka merasa bahwa mereka seperti tamu di wilayah tersebut.

Terkadang para pemukim Yahudi menjadi sasaran lemparan batu oleh anak-anak Palestina.Bahkan para pemukim permukiman Yahudi Givat Ella di dekat kota Zarzir, membutuhkan perlindungan petugas keamanan untuk keluar atau memasuki pemukiman dari pukul lima sore untuk, jangan sampai mereka diserang oleh orang-orang Palestina.

Beberapa bulan yang lalu, sebuah laporan ekstensif oleh surat kabar “Israel Hayom” mengungkap langkah-langkah baru yang ingin diluncurkan oleh Menteri Dalam Negeri Israel saat itu, Ayelet Shaked, untuk memperkuat mayoritas Yahudi di Galilea dan Negev, dalam konteks obsesi rasis Israel menghadapi perubahan demografis.

Hal tersebut dilakukan juga dalam konteks kegagalan rencana pemerintah pendudukan Israel berturut-turut untuk menjamin mayoritas Yahudi, dengan mendorong puluhan ribu orang Yahudi di “Israel” untuk tinggal di permukiman-permukiman dan kota-kota Yahudi di Galilea dan Negev, dan untuk membangun kota-kota baru di tanah Arab yang sebelumnya dijarah oleh pendudukan Zionis sejak Nakba (tahun 1948), termasuk di atas reruntuhan desa-desa Palestina yang dihancurkan dan ditinggalkan, yang oleh pemerintah pendudukan Israel disebut “tanah negara”.

Otoritas perencanaan dan pembangunan zionis Israel memperkirakan bahwa langkah-langkah ini akan menambah dan membangun puluhan ribu rumah apartemen yang ditujukan untuk orang Yahudi, yang akan menyebabkan harga lebih rendah dan peningkatan jumlah orang Yahudi di Galilea khususnya, di mana mayoritas demografis Yahudi menurun, yang disebut oleh para menteri Zionis sebagai “krisis demografis yang parah bagi orang Yahudi di Galilea”.

Yahudisasi di Bawah Benjamin Netanyahu

Penulis Or Kishti dari surat kabar “Haaretz” mengatakan bahwa kesepakatan koalisi antara “Likud” dan “Zionisme Religius” berkaitan dengan mengkristalisasi dan mengimplementasikan program untuk “menyahudikan Galilea dan Negev”.

Menurut program politik ” Zionisme Religius” dan perkiraan dari pihak-pihak organisasi sosial, tujuannya terutama untuk memberikan fasilitas ekonomi kepada orang-orang Yahudi hanya di daerah-daerah tersebut.

Langkah-langkah yang direncanakan termasuk menurunkan harga tanah dan fasilitas lain bagi mereka yang bertugas di ketentaraan, seperti memperluas penerapan “undang-undang komite penerimaan”, berdasarkan undang-undang nasional, yang menetapkan bahwa pengembangan permukiman Yahudi adalah “nilai nasional” yang harus dimajukan dan dimantapkan.

Kontrol sipil atas tanah adalah syarat kedaulatan Negara Israel. Demikian tertulis dalam platform politik “Zionisme Religius”, yang berjanji untuk “memberantas birokrasi dari akar kebijakan pertanahan dalam kebijakan pertanahan dan kebijakan perencanaan.”

Rencana ” Zionisme Religius” ini diharapkan tidak hanya mencakup fasilitas yang diberikan kepada orang Yahudi, tetapi juga meningkatkan tekanan terhadap publik Arab.

Perhatian yang besar

Analis politik dari Galilea, Elif Sabbagh, menegaskan bahwa pemerintah Israel berturut-turut menaruh perhatian besar pada yahudisasi Galilea.

Dia menambahkan bahwa pemerintahan baru di “Israel” diharapkan menjadi salah satu pemerintahan yang paling menaruh perhatian pada yahudisasi wilayah Galilea, terutama setelah mengalokasikan pelayanan ke Galilea dan Negev, dan niatnya untuk memukimkan satu juta orang Yahudi bagu di wilayah tersebut.

Dia menjelaskan bahwa pemerintah Israel memandang Galilea dengan dengan sangat serius. Wilayah tersebut dianggap sebagai “bom demografis” yang besar. Karena di wilayah tersebut ada kehadiran besar orang Palestina.

Dia menambahkan bahwa semua rencana Israel terhadap Galilea terkonsentrasi pada perubahan demografi wilayah tersebut, memperkuat kehadiran orang Yahudi, dan mendirikan desa-desa dan permukiman-permukiman Yahudi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here