Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich kembali melontarkan pernyataan provokatif. Dalam sebuah konferensi pada Selasa (29/7), ia menyatakan bahwa Gaza adalah “bagian yang tak terpisahkan dari Israel”, dan bahwa pembangunan kembali permukiman Yahudi di wilayah itu kini lebih dekat dari sebelumnya.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara peringatan 20 tahun penarikan sepihak Israel dari permukiman di Gaza dan empat permukiman di utara Tepi Barat. Acara digelar di pemukiman ilegal “Yad Binyamin”, di tengah wilayah pendudukan Israel.

“Kita lebih dekat dari sebelumnya untuk membangun kembali Gush Katif,” ujar Smotrich, merujuk pada blok permukiman Yahudi yang pernah berdiri di Gaza sebelum ditinggalkan Israel pada 2005. Ia menambahkan, warga Israel akan kembali ke Gaza, dan kali ini permukiman akan lebih besar dari sebelumnya.

“Kita tidak mengorbankan begitu banyak hal hanya untuk menyerahkan Gaza dari satu Arab ke Arab lainnya,” ujarnya, seolah menyangkal hak warga Palestina atas tanah mereka sendiri.

Alasan ‘Kemanusiaan’ untuk Melanggengkan Blokade

Soal bantuan kemanusiaan, Smotrich menyatakan bahwa bantuan harus tetap diperbolehkan masuk, bukan atas dasar belas kasih, melainkan karena strategi. “Tak satu pun negara akan mengizinkan kita menghancurkan Hamas jika kita membiarkan dua juta warga Gaza mati kelaparan,” katanya, mengisyaratkan bahwa bantuan hanya sekadar alat untuk mempertahankan legitimasi internasional.

Pernyataan ini muncul di tengah tekanan global yang meningkat terhadap Israel, setelah berbagai laporan dan gambar menunjukkan tingkat kelaparan yang mengkhawatirkan di Gaza akibat blokade total dan pembatasan distribusi bantuan.

“Mimpi Gila yang Mengubur Zionisme”

Menanggapi pernyataan Smotrich, tokoh oposisi dan pemimpin Partai Demokrat Israel, Yair Golan, menyebut rencana itu sebagai “mimpi gila” yang tak hanya akan mengorbankan satu generasi penuh, tetapi juga menghancurkan cita-cita Zionisme itu sendiri.

Ia menilai Smotrich mendorong Israel ke jurang perang yang tak berujung tanpa kepastian pembebasan sandera. “Pemerintah yang selama 662 hari belum mampu mengembalikan para tawanan atau mengalahkan Hamas tak pantas lagi memerintah,” tegasnya.

Golan juga menyinggung kemunafikan Smotrich yang pernah menghindari wajib militer, namun kini begitu mudah memerintahkan para prajurit untuk maju dan gugur di medan perang.

Rencana Pendudukan Baru untuk Menjaga Kursi

Pada Senin malam, harian Haaretz mengungkap bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah mengajukan rencana kepada kabinet untuk menduduki sebagian wilayah Gaza. Langkah ini, menurut laporan, bertujuan meredam ancaman pengunduran diri Smotrich, yang kesal karena Israel dianggap terlalu lunak dalam mengizinkan bantuan masuk ke Gaza.

Seorang pejabat tinggi Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Tel Aviv telah memberi Hamas waktu beberapa hari untuk menyetujui gencatan senjata. Jika tidak, Israel akan melancarkan operasi bertahap untuk mencaplok sebagian wilayah Gaza hingga Hamas menyerah.

Skenario Baru, Kolonialisme Lama

Pernyataan dan rencana semacam ini menegaskan satu hal: kolonialisme lama belum mati, ia hanya berganti wajah. Gaza bukan saja dikepung dan diluluhlantakkan, tapi kini diincar kembali untuk dijadikan lahan permukiman, seolah sejarah pengusiran dan perampasan tanah belum cukup menyakitkan.

Yang diklaim sebagai “keamanan nasional” oleh para pejabat Israel, nyatanya tak lebih dari ambisi untuk melanggengkan kontrol atas tanah Palestina, tanpa peduli berapa banyak darah yang harus ditumpahkan, berapa generasi yang harus dikorbankan, dan berapa jiwa yang harus diseret dalam pusaran perang yang tiada ujungnya.

Sumber: Al Jazeera, Anadolu Agency

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here