Sejumlah menteri, analis, dan jurnalis sayap kanan Israel menyerukan pemerintahnya untuk kembali melancarkan perang di Jalur Gaza. Desakan itu muncul setelah seorang perwira dan seorang prajurit Israel tewas, sementara beberapa lainnya luka-luka dalam serangan di Kota Rafah, selatan Gaza.

Meski sebagian pihak mengaku belum memahami secara jelas kronologi kejadian tersebut, suara-suara untuk melanjutkan agresi militer kembali menggema di Tel Aviv.

Menurut laporan jurnalis militer Channel 13, Alon Ben David, serangan itu terjadi di kawasan Al-Juneina, wilayah Rafah yang kini diduduki pasukan Israel. Saat itu, satuan dari Brigade Nahal tengah melakukan pencarian terowongan untuk ditutup, sebelum akhirnya mereka diserang dengan peluncur granat RPG.

Serangan itu menghantam alat pengeruk dan menewaskan komandan kompi serta seorang tentara. Seorang anggota korps teknik dilaporkan luka berat, sementara sejumlah lainnya menjadi korban akibat tembakan sniper yang menarget kendaraan militer.

Militer Israel kemudian membalas dengan serangan udara intensif ke berbagai wilayah Gaza, menewaskan dan melukai puluhan warga Palestina. Serangan itu baru berhenti setelah para mediator internasional turun tangan memastikan kembali berlakunya gencatan senjata.

Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, mengatakan serangan balasan itu disetujui oleh tingkat politik dan mengisyaratkan bahwa operasi militer kemungkinan akan meningkat dalam beberapa hari ke depan.

“Israel Telah Terbebas dari Batasan Tawanan”

Pernyataan lebih keras datang dari Menteri Pendidikan Yoav Kisch. Ia mengatakan bahwa perjanjian gencatan senjata “mungkin akan runtuh sepenuhnya.” Menurutnya, “Kini, tanpa lagi ada tawanan yang hidup di Gaza, maka seluruh batasan yang sebelumnya menahan operasi militer Israel telah hilang.”

Nada serupa juga disuarakan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir. Ia menegaskan bahwa alasan untuk menahan diri dan tidak “membuka pintu neraka bagi Gaza” kini telah berakhir setelah Israel berhasil memulangkan tawanan-tawanan yang masih hidup.

Ben Gvir mengutip pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang berulang kali menegaskan bahwa perang ini “tidak akan berakhir sampai Hamas benar-benar dimusnahkan.”

Netanyahu menurut Ben Gvir, menegaskan bahwa operasi militer ini “tidak hanya bertujuan mengeksekusi para pejuang Hamas, tetapi juga untuk memusnahkan gerakannya hingga ke akar.”

Nada militeristik juga datang dari Dadi Simhi, mantan kepala korps komunikasi dan penyelamatan Israel. Ia berkata, “Kini, setelah para sandera berhasil dikembalikan, kami bisa membombardir puluhan lokasi yang sebelumnya dilarang untuk diserang dari darat maupun udara.”

Sementara itu, Aron Zini, mantan komandan Brigade Menashe di utara Tepi Barat, sepakat dengan Simhi. “Sekarang kami memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang sebelumnya dilarang. Kami tidak akan berhenti, bahkan untuk memulihkan jasad-jasad yang tertinggal.”

Namun, analis militer harian Yedioth Ahronoth, Ron Ben Yishai, menilai bahwa kronologi insiden di Rafah masih belum jelas. Menurutnya, kemungkinan besar serangan itu terjadi ketika pasukan Israel sedang menjalankan operasi militer aktif di wilayah tersebut.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here