Media Israel, termasuk Channel 12, 13, dan Kan 11, melaporkan bahwa pertemuan terbaru kabinet perang Israel berubah menjadi ajang perdebatan panas. Suasana memanas setelah Kepala Staf Eyal Zamir mengusulkan adanya “kesepakatan parsial” terkait perang Gaza. Sejumlah menteri menudingnya keras, namun Zamir tidak tinggal diam dan balik menyerang.

Reporter politik Kan 11, Gili Cohen, mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berupaya menutup wacana itu dengan tegas. “Kesepakatan parsial tidak ada dalam agenda sekarang,” kata Netanyahu. Namun Zamir menjawab pedas: “Coba pikirkan baik-baik, ada tawaran yang nyata di meja kita.”

Channel 12 mengutip Netanyahu yang kembali menyandarkan strateginya pada Donald Trump. “Presiden AS Donald Trump pernah mengatakan: jangan terima kesepakatan parsial. Potong Gaza jadi wilayah-wilayah kecil, lalu masuk dengan kekuatan penuh untuk mengakhirinya,” ujarnya.

Dari Channel 13, jurnalis Mirna Asraf melaporkan bahwa Zamir bahkan menegur Sekretaris Pemerintah Yossi Fuchs yang tengah membacakan alasan perlunya “mengalahkan Hamas.” Dengan nada sinis, Zamir menyahut: “Selamat bangun, Eliyahu. Kalian adalah pemerintah 7 Oktober. Di mana kalian saat itu, tanggal 7, 8, 9, dan 10? Kenapa baru sekarang bicara soal mengalahkan Hamas, setelah dua tahun berlalu?”

Pertarungan Dua Narasi

Mantan Komandan Korps Utara, Noyan Tibon, menegaskan dalam diskusi TV bahwa realitas di lapangan menunjukkan ada tawaran kesepakatan yang bisa memulangkan tawanan hidup.

Sementara itu, mantan Komandan Korps Selatan sekaligus Kepala Akademi Militer, Yitzhak Brik, menuding Netanyahu melakukan kebijakan “buruk dan mengerikan.” Ia menilai solusi sejak lama ada di depan mata: kesepakatan komprehensif, bukan perang tanpa ujung.

“Israel tidak akan mampu mengalahkan Hamas,” tegas Brik. “Masalah kita berlipat ganda, karena Hamas kini bercokol di ratusan kilometer terowongan. Faktanya, Israel baru menghancurkan kurang dari 10% dari total jaringan itu, meski dulu mengklaim 70%, lalu diturunkan lagi jadi 24%.”

Suara Penentangan

Roni Rahav, CEO perusahaan komunikasi publik Rahav, bahkan menyerukan penarikan pasukan Israel dari Gaza. Kepada Channel 12, ia berkata:
“Kami tidak bisa menerima jatuhnya korban terus-menerus, seperti Khmer Merah di Vietnam dan Kamboja. Dan kami juga tidak boleh menjadi seperti Afrika Selatan yang dilarang mendaratkan pesawat di bandara Eropa.”

Pertengkaran di tubuh kabinet Israel ini menyingkap keretakan internal yang makin dalam. Antara ambisi Netanyahu mempertahankan perang, dan suara dari militer hingga tokoh publik yang mulai mendorong jalur kesepakatan untuk mengakhiri kebuntuan berdarah di Gaza.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here