Spirit of Aqsa, Palestina – Ratusan warga Palestina dari desa Beita berhasil mencapai tanah rampasan untuk pertama kalinya sejak diambil alih oleh penjajah Israel. itu ditandai dengan dimulainya musim panen zaitun di Palestina, penduduk dan pemilik tanah Beita menuju puncak Gunung Sabih, Jabal Sabih pada Ahad (10/10) untuk memetik hasil panen.

Daerah tersebut telah menjadi lokasi pos terdepan Israel ilegal di Evyatar yang awal tahun ini puluhan pemukim mendirikan karavan di bawah perlindungan militer Israel. “Kami semua takut tidak dapat mencapai tanah kami. Saya tidak bisa tidur tadi malam karena takut. Kami sangat khawatir. Saya takut ada serangan dari pemukim atau tentara yang melemparkan bom gas ke kami,” kata salah seorang yang memiliki tanah di Jabal Sabih, Aisha Khader (62 tahun).

Keluarga-keluarga Palestina berhasil mencapai tepi tanah mereka sekitar 60 meter dari pos terdepan pemukim ketika tentara Israel berjaga-jaga. Jabal Sabih di Beita, sebuah desa Palestina di pinggiran selatan Nablus di Tepi Barat utara yang diduduki telah menjadi lokasi konfrontasi intens tahun ini setelah berbagai upaya pemukim Israel mengambil alih wilayah Palestina.

Pada Mei 2021, sekitar 50 keluarga pemukim Israel pindah setelah mereka mendirikan satu set karavan di Jabal Sabih yang membentang sekitar 3,5 hektare. Kehadiran mereka bersama dengan tentara untuk melindungi mereka, membuat warga Palestina tidak dapat mengakses wilayah mereka.

Akibatnya, warga Beita melakukan aksi perlawanan yang dimulai pada Maret dan para pemukim dievakuasi pada awal Juli. Namun, tentara tetap ditempatkan di sana untuk menjaga karavan dan mencegah warga Palestina mencapai tanah mereka. Sejauh ini, tentara Israel telah membunuh tujuh warga Palestina dengan penembakan terakhir pada 24 September.

Ratusan orang terluka oleh peluru baja berlapis karet dan tabung gas air mata. Daerah itu berada di bawah ancaman penyitaan resmi oleh tentara Israel yang mungkin menyatakannya sebagai tanah negara atau mengubahnya menjadi pangkalan militer.

Dengan dimulainya musim panen zaitun, penduduk Palestina di Beita mengatakan mereka memutuskan untuk datang secara kolektif dan mengerjakan tanah mereka meskipun ada tentara Israel di tanah mereka. Warga Palestina lain Linah Maazouz Al-Deir (30) mengatakan dia pergi ke Jabal Sabih untuk membantu keluarga pamannya memanen pohon zaitun meskipun takut diserang oleh tentara Israel.

“Hari panen zaitun adalah hari yang indah, istimewa dan melelahkan. Tapi itu dirusak oleh ketakutan akan pendudukan Israel,” ujar dia.

Dia tidak bisa meninggalkan tanahnya karena ayah dan pamannya telah mewarisinya dari kakeknya. Dilansir Aljazirah, Selasa (12/10), petani lain Hilal Ahmad Khader Budair (72) menyebut memiliki sebidang tanah seluas 0,5 hektare di Jabal Sabih dengan sekitar 65 pohon zaitun yang dia tanam. Dia masih takut datang karena musuh tidak memiliki belas kasihan.

Pensiunan guru sekolah itu mengatakan dia mewarisi tanahnya dari ayah dan kakeknya. “Tanah ini dibentuk dengan darah para martir dengan keringat dan air mata. Bagaimana kami bisa meninggalkannya?” ucap dia.

Budair mengatakan pohon zaitun adalah sumber utama mata pencaharian bagi petani Palestina secara umum, khususnya bagi warga Beita. Tidak ada satu sentimeter pun di tanah Beita yang tidak ditanami pohon zaitun.

“Kami bergantung terutama pada pohon yang diberkati ini, tidak membutuhkan banyak perawatan, seperti pohon lainnya,” tambahnya. (Admin/Aljazera)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here