Dalam sebuah tulisan pedas yang dimuat harian Maariv, jurnalis senior Israel, Ben Caspit, melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan Benjamin Netanyahu. Ia menyebut kabinet saat ini sebagai “pemerintahan liar yang telah membuka pintu neraka bagi rakyatnya sendiri”, sebuah rezim yang telah terputus dari realitas dan mengabaikan nasib para tawanan Israel di Gaza.

Caspit menuding Netanyahu lebih mementingkan keselamatan pribadinya ketimbang membebaskan para sandera yang “sekarat kelaparan di dalam terowongan.” Agenda utama kabinet, kata dia, bukan lagi penyelamatan warga, melainkan “mengamankan keluarga Netanyahu dan membungkam para pengkritiknya.” Ia menyebut situasi ini sebagai “mimpi buruk moral dan politik.”

Rasa ngeri publik kian dalam setelah siaran video memperlihatkan dua tawanan Israel, Rom Braslavsky dan Avitar David, dalam kondisi menyerupai kerangka hidup. Mantan Kepala Staf IDF, Gadi Eisenkot, bahkan berkata, “Saya tak pernah membayangkan melihat orang Yahudi sekarat seperti ini, tanpa ada satu pun yang bergerak menyelamatkan.”

Caspit melukiskan pemerintahan saat ini sebagai “kelompok tanpa belas kasihan dan nurani” yang telah menghancurkan makna sejati kepemimpinan dan mengabaikan penderitaan warga sipil serta tentara yang hilang. Salah satu orang dekat Netanyahu bahkan mengungkapkan bahwa sang perdana menteri kini hidup dalam “kelumpuhan dan ketakutan”, jauh dari sikap pongah yang dulu ia tunjukkan pasca serangan ke Iran.

Lebih jauh, Caspit menyebut bahwa Hamas telah sukses menyeret Israel ke dalam perang habis-habisan yang menguras tenaga. “Seolah mereka menikmati mempermalukan Israel di hadapan dunia,” tulisnya. Ia menyesalkan kegagalan Netanyahu dalam memanfaatkan peluang gencatan senjata lebih awal, akibat tekanan dari sekutu sayap kanan seperti Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich.

Kondisi Israel, menurut Caspit, kini telah memasuki krisis multidimensi: dari kegagalan militer hingga kejatuhan ekonomi. Ia menyindir Kepala Staf Eyal Zamir yang kini “mengejar fatamorgana di antara puing-puing Gaza.”

Dalam penutupnya, Caspit mengutip logika mengerikan dari pemerintah: “Jika kemenangan diukur dari kehancuran, maka Gaza hari ini lebih parah dari Hiroshima dan Nagasaki.” Namun pemerintah, katanya, justru terus melanjutkan “petualangan gila yang membuka gerbang neraka bagi Israel.”

Sementara itu, kolumnis Haaretz Iris Leal mempertegas kritik tersebut. Ia menyoroti tanggung jawab langsung Israel atas tewasnya lebih dari 60 ribu warga Palestina (termasuk 18.500 anak-anak) mengutip data internasional, termasuk laporan UNICEF yang disampaikan oleh Washington Post.

Leal menyebut Israel tengah menghadapi “krisis diplomatik paling berbahaya dalam sejarahnya,” dengan opini publik global yang kini dipenuhi rasa muak terhadap kekejaman di Gaza. “Jembatan yang menghubungkan Israel dengan dunia bebas kini runtuh satu demi satu,” tulisnya.

Sinyal kehancuran juga datang dari Le Temps (Swiss), yang melaporkan bahwa 100% penduduk Gaza kini hidup dalam kelaparan akut—kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dari 2,1 juta penduduk, 88% hidup di wilayah yang diperintahkan untuk dievakuasi atau diklasifikasikan sebagai zona militer.

Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza menambah horor: sejak 27 Mei, 1.516 warga syahid saat menunggu bantuan, dan lebih dari 10.067 lainnya terluka. Sejak 7 Oktober 2023, total korban mencapai 60.933 syahid dan 150.027 luka-luka.

Sumber: Maariv

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here