Jenderal Militer dan pakar strategi asal Yordania, Mayjen (Purn) Fayez Al-Duwairi, mengungkapkan, kelompok perlawanan Palestina telah mengembangkan berbagai taktik baru dalam melakukan serangan mendadak terhadap pasukan pendudukan Israel di Jalur Gaza. Menurutnya, para jenderal militer Israel memperingatkan bahaya “tenggelam di pasir Gaza”, karena pasukan mereka tak siap menghadapi gelombang perang yang menggerus kekuatan secara perlahan.

“Ini adalah perang penguras tenaga yang sesungguhnya,” ujar Duwairi dalam segmen analisis militer.

Ia menegaskan bahwa para jenderal Israel semakin khawatir pasukan mereka tak mampu menanggung kerugian terus-menerus jika harus bertempur lebih lama di Gaza.

Bukan Lagi Serangan, Tapi Pertahanan

Duwairi menyebut fase saat ini sangat berbeda dibanding tiga fase sebelumnya. Militer Israel kini lebih banyak mengambil posisi defensif di zona penyangga, baik di wilayah utara, pagar timur, maupun sekitar Jalan Salahuddin dan daerah Morag.

Perubahan taktik ini membuat pihak perlawanan mengadopsi pendekatan baru: perang gerilya. Tidak ada lagi medan tempur terbuka yang memungkinkan bentrokan langsung. Sebagai gantinya, strategi utama kini bertumpu pada sistem penyergapan.

Menurut Duwairi, para pejuang telah mengembangkan mekanisme penyergapan dengan lebih canggih: dari meledakkan lorong-lorong terowongan, menanam ranjau darat, hingga menembakkan roket Yassin.

Strategi ini terbukti efektif menimbulkan korban di pihak Israel, sambil menjaga keselamatan mayoritas pejuang yang kembali ke basis dalam kondisi utuh. “Hasilnya selalu manis—ada yang gugur dari musuh, ada yang terluka,” ujarnya.

Retak di Tubuh Israel

Duwairi juga menyoroti perpecahan tajam antara pimpinan militer dan elite politik Israel. Ia menyinggung perbedaan pandangan antara Kepala Staf Umum Eyal Zamir dan keputusan politik kabinet perang Israel (kabinett).

“Mayoritas anggota kabinet itu bukan tentara. Mereka bahkan tak punya latar belakang militer—seperti Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir. Mereka digerakkan oleh ambisi dan ideologi,” ungkapnya.

Situasi ini berdampak pada moral dan partisipasi pasukan. Duwairi memperkirakan bahwa respons terhadap panggilan wajib militer (cadangan) tidak akan melebihi 50 persen.

Padahal militer membutuhkan tambahan 12 ribu tentara, termasuk 7.500 prajurit tempur. Para pasukan ini direncanakan akan dikirim ke Gaza setelah menggantikan pasukan reguler yang sebelumnya ditempatkan di Tepi Barat, perbatasan Lebanon, dan Suriah.

Proyek Pemusnahan Demografis

Lebih jauh, Duwairi memperingatkan adanya proyek pengusiran besar-besaran oleh Israel terhadap rakyat Gaza. Ia mengecam retorika “perlindungan” yang dikampanyekan Israel, menyamakannya dengan era kamp konsentrasi Nazi yang hingga kini masih dijadikan alasan klaim penderitaan oleh Israel.

“Ini bukan sekadar evakuasi, ini upaya mengubah struktur demografi Gaza,” katanya.

Duwairi membeberkan data persebaran penduduk Gaza:

  • Sekitar 50 ribu warga di Gaza Utara
  • 1 juta jiwa di Kota Gaza
  • 900 ribu orang di wilayah kamp, Al-Mawasi, dan Deir Al-Balah

“Apakah mungkin semua populasi ini dipaksa menumpuk di area sempit seluas 75 kilometer persegi antara Morag dan Jalan Salahuddin?” tanyanya.

Israel Ulangi Sejarah Kelam yang Mereka Tudingkan

Menanggapi penolakan Kepala Staf Israel untuk mengatur distribusi bantuan di Gaza, Duwairi mengecam penggunaan “gerbang elektronik” dalam zona kemanusiaan yang diklaim Israel sebagai wilayah perlindungan.

Ia menyebut metode ini sebagai “pendekatan ala Nazi dalam membentuk ghetto”, yang justru menyerupai masa lalu kelam yang selalu mereka klaim sebagai korban.

Kanal 12 Israel sendiri memberitakan bahwa Kepala Staf Israel menolak keras keterlibatan tentaranya dalam distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza. Ia menyatakan tidak akan membahayakan nyawa tentaranya hanya untuk membagikan air dan roti kepada massa yang kelaparan.

Namun, pihak Israel menyebut akan membuka jalan bagi lembaga internasional untuk menyalurkan bantuan—tentu, di bawah pengawasan ketat mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here