Spirit of Aqsa, Palestina –  Usia tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk menempuh dan menyelesaikan studi. Seperti bunyi sebuah hadits “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.

Motivasi demikian tampaknya melekat pada sosok Jihad Mohammad Abdallah Battu, seorang nenek asal Palestina yang baru-baru ini meraih gelar sarjana di usia 85 tahun. Satu hal yang menonjol tentang Jihad Battu adalah ketekunannya yang tak henti-hentinya.

Pekan ini, nenek yang berasal dari al-Mujaydil di Palestina yang diduduki lulus dengan gelar sarjana pada studi Islam dari Universitas Kafr Bara. Sebagai mahasiswa tertua dalam sejarah perguruan tinggi tersebut, kisah Jihad menarik perhatian luas di seluruh platform media sosial. Banyak orang yang membagikan sosoknya.

Namun, kehidupannya yang begitu menginspirasi itu tidak memiliki awal yang mudah. Dengan dimulainya Nakba, pengusiran paksa orang-orang Palestina dari tanah air mereka pada 1948, Jihad bersama ibu dan saudara-saudaranya dipaksa keluar dari desa mereka di al-Mujadil.

Keluarga Battu terpaksa kembali menetap enam kilometer jauhnya di Nazareth. Perjalanan itu penuh dengan bahaya. Pada satu titik, keluarga itu secara ajaib lolos dari kematian ketika mereka selamat dari pengeboman sebuah gua tempat mereka berlindung.

Penggusuran paksa keluarga juga berdampak pada struktur keluarga. Ayah Jihad menolak meninggalkan rumahnya, lebih memilih kemenangan di al-Mujadil atau kematian di tanahnya.

Sejak saat itu, pendidikan Jihad tidak stabil. Pintu sekolah di Nazareth ditutup selama dua tahun setelah Nakba. Akhirnya, di tahun ketiga, Jihad bisa kembali bersekolah dan bahkan melompati kelas empat karena kemampuannya yang mumpuni.

Sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama. Kala itu, kesehatan ibunya tiba-tiba memburuk sehingga membuat Jihad tidak memiliki pilihan selain tinggal di rumah. Ia harus mengurus pekerjaan rumah dan membesarkan adik-adiknya.

Kepada Middle East Eye, nenek berusia 85 tahun ini mengungkapkan meninggalkan pendidikan terasa mengerikan. Akan tetapi, Tuhan menganugerahinya hal lain, yakni ingatan kuat.

“Saya tidak memiliki perasaan berat tentang keadaan yang menghalangi saya lulus di masa muda saya karena saya tahu Tuhan tidak menguji seseorang lebih dari yang dapat mereka tangani. Saya tahu Tuhan memberi saya ingatan yang sangat kuat sehingga saya dapat mencapai apa pun yang saya inginkan,” kata Jihad kepada Middle East Eye, dilansir Senin (4/10).

Pada usia 14 tahun, ketekunan Jihad begitu kuat. Dia memutuskan melanjutkan pendidikan dengan diam-diam mendaftar di kelas lanjutan dalam berbagai mata pelajaran.

Namun, lagi-lagi kesempatan ini berumur pendek. Ketika ibunya mengetahuinya, dia memutuskan satu-satunya solusi ialah Jihad harus menikah. Saat itu, dia berusia 17 tahun.

Beruntung, suami Jihad mendukung dan tidak keberatan dia melanjutkan pendidikan. Karena itulah, Jihad bisa mengikuti pelajaran Alquran dan studi Islam di masjid setempat.

Hingga akhirnya dia memutuskan melanjutkan studinya dan masuk universitas pada usia 70-an untuk mendapatkan gelar dalam Studi Islam. Kegigihannya itu berbuah hasil, Jihad lulus dan meraih gelar sarjana dalam studi Islam pada 25 September 2021.

Jihad menuturkan, keluarganya mendukung keputusannya melanjutkan sekolah. Bahkan, menurutnya, suaminya tidak pernah tidak menyetujui dan anak-anaknya termasuk di antara pemberi semangat terkuat baginya.

“Saya menanamkan pada anak-anak saya kecintaan belajar sampai mereka lulus dan mampu membangun karier yang sukses,” ujar Jihad.

Pada gilirannya, anak-anak Jihad membalas budi, memotivasi ibu mereka untuk akhirnya mengejar impian seumur hidupnya. “Mereka memenuhi saya dengan penghargaan dan rasa terima kasih, menemani saya dalam perjalanan saya dan memberi saya semua dukungan yang saya butuhkan sampai saya lulus,” lanjutnya.

Kisah inspiratif Jihad ini telah menarik perhatian, terutama di media sosial. Banyak yang membagikan tentang sosok dan kisahnya. Menanggapi ini, Jihad mengatakan dia tidak pernah mengharapkan tanggapan demikian. Bahkan, dia sebelumnya memiliki pandangan negatif tentang media sosial.

“Namun, apa yang terjadi pada saya meninggalkan kesan positif bagi saya bahwa ada banyak orang di seluruh dunia yang percaya pada kemampuan orang tua dan aspirasi serta kesuksesan mereka tidak dapat disangkal,” tambahnya.

Menurut Jihad, mengetahui ia tidak mendapatkan kesempatan kedua dalam hidup mendorongnya melanjutkan pendidikan ke universitas. Dia percaya diri pada kemampuan mentalnya dan tekadnya mencapai apapun yang dia inginkan, serta tidak pernah melihat ke masa lalu.

Belajar dari kisah hidupnya, Jihad pun memberikan nasihat bagi mereka yang berada dalam situasi serupa dengan yang dihadapi Jihad di masa mudanya. Dia mengingatkan kesedihan dan penyesalan di masa lalu tidak mengubah masa depan.

“Selama seseorang masih bisa bernafas, belum terlambat bagi mereka meraih mimpinya. Dan ingat, mimpimu tidak diserahkan kepadamu dalam sebuah takdir. Kamu harus berjuang dan melakukan yang terbaik untuk berhasil,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here