Spirit of Aqsa– Para analis politik menggambarkan strategi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Jalur Gaza tidak teratur dan tidak praktis. Selain itu, mereka juga memperkirakan Amerika Serikat akan meninggalkan jalur negosiasi gencatan senjata untuk mendukung Tel Aviv.

Menurut akademisi dan ahli masalah Israel, Dr. Mohannad Mustafa, Netanyahu memimpin pemerintahan yang solid dengan 64 kursi di Knesset, yang sejalan dengan tujuan dan kebijakannya di Gaza.

Namun, Mustafa menjelaskan, Netanyahu menghadapi tantangan dan tekanan yang tidak ada di awal perang. Terdapat perpecahan mengenai operasi militer di Gaza, yang dianggap telah mencapai batasnya.

“Netanyahu mengajukan rencana politik yang kacau, tidak realistis, dan tidak dapat dilaksanakan. Netanyahu berusaha membeli waktu dalam perang di Gaza, menggagalkan kesepakatan pertukaran, dan melanjutkan negosiasi secara bersamaan,” ujar Mustafa, dikutip Aljazeera Arabic, Rabu (15/5/202).

Ahli masalah Israel ini mengungkapkan bahwa ada faktor sejarah yang dapat menundukkan Netanyahu, seperti awal pemberontakan militer di tentara seperti yang terjadi dalam Perang Lebanon Kedua, dengan adanya protes dan pembangkangan tersembunyi dari keluarga tentara di Gaza.

Faktor lain yang dapat menekan Netanyahu adalah sikap militer Israel terhadap perang, tekanan internal dalam pemerintahan seperti ancaman mundur dari Dewan Perang oleh Benny Gantz dan Gadi Eisenkot, serta tekanan eksternal.

Mustafa menyimpulkan bahwa ada konflik di Israel antara mereka yang ingin mengubah negara itu menjadi benteng militer dengan milisi bersenjata dan mereka yang ingin menjadikannya demokrasi liberal. Perang Gaza telah memperdalam perpecahan mengenai identitas Israel dan tujuannya pasca perang.

Penarikan Amerika dari Jalur Negosiasi

Peneliti di Institut Timur Tengah di Washington, Dr. Hassan Mneimneh, mengatakan bahwa Washington sejalan dengan Netanyahu dalam keyakinan bahwa Hamas tidak boleh memerintah Gaza setelah perang. Amerika Serikat berusaha meminta dunia untuk menunggu beberapa bulan hingga pemilihan umum AS selesai, setelah itu Netanyahu dapat melakukan apa yang diinginkannya.

Mneimneh menekankan bahwa ada keberatan Amerika yang bersifat formal, dengan harapan Netanyahu akan memasuki fase baru yang menjamin bahwa Gaza tidak menjadi sumber ancaman setelah pemilihan umum AS. Hal ini dilakukan dengan menghancurkan infrastruktur di Gaza.

Dia menegaskan bahwa langkah-langkah Netanyahu ini bukanlah masalah pribadi tetapi eksistensial dan historis. Keberatan Amerika terhadap beberapa aspek tidak berarti perubahan sikap tegas Amerika terhadap tujuan perang, tetapi lebih pada cara mencapai tujuan tersebut.

Menurut Mneimneh, Amerika Serikat ingin menghancurkan Hamas, memastikan Gaza tidak menjadi ancaman bagi Israel, dan membebaskan tawanan sebelum melanjutkan perang. Ini adalah perbedaan antara Israel dan Amerika.

Pandangan Amerika berfokus pada kesepakatan yang memaksa Hamas menyerah. Mneimneh memperkirakan bahwa Washington akan meninggalkan jalur negosiasi yang sebelumnya bertujuan menjebak Hamas tanpa disadari, dan mendukung setiap langkah yang diambil Israel.

Dia memprediksi sikap Israel akan semakin keras dalam beberapa tahun ke depan, dengan sayap kanan berupaya “mengembalikan Gaza dan Tepi Barat, serta menghancurkan Hezbollah Lebanon dan Iran yang nuklir”.

Tidak Ada Keuntungan Taktis

Ahli militer dan strategi, Brigadir Elias Hanna, mengatakan bahwa keresahan mulai muncul secara terbuka di Israel dengan pengunduran diri beberapa pejabat, yang sebelumnya hanya terkait dengan pembentukan komisi penyelidikan setelah bencana strategis.

“Tentara Israel gagal mencapai keuntungan taktis di Gaza dan tidak mampu mewujudkan tujuan perang di lapangan. Ini mencerminkan strategi Israel yang salah dan strategi perlawanan yang efektif,” ujar Hanna.

Dia memperkirakan tentara Israel akan terus membombardir untuk terus mengusir penduduk Gaza. Pandangan Amerika adalah menargetkan pemimpin militer Hamas dan infrastrukturnya, bernegosiasi untuk pembebasan tawanan, lalu beralih ke gencatan senjata berkelanjutan dan jalur regional yang menyeluruh.

Hanna juga memperkirakan fokus Israel pada penguasaan Jalur Salah ad-Din (Koridor Philadelphi) daripada memasuki bagian dalam Rafah. Ada kesepakatan di Israel bahwa strategi utama adalah menghancurkan Hamas, bukan taktiknya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here