Pakar militer Kolonel Hatem Karim Al-Falahi menilai operasi peledakan rumah oleh Brigade Al-Qassam di Rafah, Jalur Gaza Selatan membawa pesan penting di tengah pertanyaan publik soal strategi pertahanan para pejuang setelah Israel melanjutkan agresinya.

Dalam analisanya terhadap situasi militer terkini di Gaza, Al-Falahi menyebut bahwa pasukan pendudukan Israel hanya mampu masuk ke wilayah terbuka yang tidak cocok untuk pertahanan, seperti timur Gaza di Beit Lahia, Beit Hanoun, Shujaiya, dan poros Netzarim.

Maka itu, menurutnya, faksi-faksi perlawanan tidak akan terjebak dalam pertempuran yang tak menguntungkan. Mereka memilih mempertahankan kekuatan tempur sembari mempersiapkan skenario terburuk, termasuk kemungkinan gagalnya kesepakatan baru soal gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

Al-Falahi menambahkan, pejuang Palestina kini menyusun strategi agar tidak masuk ke dalam perangkap militer Israel yang ingin memaksakan kontak langsung, padahal itu justru berisiko besar bagi tentara mereka.

Dia menyebut keengganan tentara Israel berhadapan langsung telah memicu tekanan psikologis dan menurunkan tingkat mobilisasi pasukan cadangan hingga 50 persen.

Hari ini, Brigade Al-Qassam berhasil meledakkan rumah jebakan terhadap satu unit pasukan Israel yang menyusup ke kawasan Abu Al-Rus di timur Rafah. Serangan itu menimbulkan korban tewas dan luka di pihak Israel.

Aksi ini merupakan yang pertama kalinya sejak Israel kembali menggempur Gaza pada 18 Maret lalu, setelah jeda gencatan senjata.

Sebelumnya, serangan Al-Qassam banyak difokuskan pada peluncuran roket ke arah permukiman sekitar Gaza dan wilayah tengah Israel.

Sebelum gencatan senjata terakhir, Al-Qassam dan faksi-faksi perlawanan kerap memanfaatkan rumah-rumah yang dijadikan bom jebakan untuk menghadang pasukan Israel yang masuk ke dalam wilayah Gaza. Banyak dari operasi ini didokumentasikan secara audio visual dan menimbulkan puluhan korban di pihak musuh.

Al-Falahi menyimpulkan bahwa operasi Al-Qassam kali ini menyampaikan pesan tegas bahwa “perlawanan masih ada dan akan memilih waktu yang tepat untuk bertempur.”

Selain Al-Qassam, kelompok Jihad Islam melalui sayap militernya, Brigade Saraya Al-Quds, juga melancarkan serangan roket terhadap pasukan Israel di sekitar poros Netzarim.

Menurut Al-Falahi, kekuatan militer adalah bagian dari diplomasi dan harus ditampilkan seiring dengan proses negosiasi yang saat ini berlangsung di Kairo antara faksi perlawanan dan Israel.

Dia meyakini, serangkaian operasi ini menjadi sinyal bahwa “kami memiliki kemampuan untuk melanjutkan perjuangan dan tidak takut dengan konfrontasi langsung.”

Dua hari lalu, militer Israel melaporkan seorang tentara dari Brigade Golani mengalami luka serius dalam pertempuran di Gaza selatan—pengumuman pertama sejak perang dilanjutkan bulan lalu.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here