Brigade Al-Qassam kembali menunjukkan bahwa medan Gaza bukan milik tentara Israel. Dalam sebuah operasi yang digambarkan sebagai bagian dari “Gerbang Neraka”, pasukan Al-Qassam menyergap pasukan Israel di Rafah, selatan Jalur Gaza, dan sukses mengirim pesan kuat langsung ke dalam jantung Zionis: militer kalian tak lagi berdaya di tanah ini.

Pesan itu, kata Brigjen Elias Hanna—pakar strategi militer—bukan sekadar simbolis. Ini adalah fakta di medan pertempuran.

“Perlawanan bergerak dengan nyaman. Tentara Israel tak punya jaminan keamanan unit, yang seharusnya jadi syarat dasar untuk bertempur di wilayah seperti Gaza,” ujarnya.

Momen ini juga terjadi di tengah perundingan gencatan senjata dan pertukaran tawanan yang sedang digelar di Doha. Terlebih, Hamas baru saja membebaskan seorang tawanan berdarah Amerika-Israel, Edan Alexander.

Namun, alih-alih merespons dengan diplomasi, Netanyahu memilih memanaskan konflik: memanggil cadangan, menarik pasukan dari Lebanon Selatan, dan mengirim mereka ke Gaza.

“Netanyahu sedang menyiapkan skenario buruk dan ingin memaksakan peta baru di Gaza,” kata Hanna.

Tapi di lapangan, skenario Netanyahu justru tak sejalan dengan kenyataan. Serangan Al-Qassam di Rafah jadi bukti bahwa para pejuang bukan hanya bertahan—mereka kini memburu.

“Jika serangan-serangan taktis ini terus berulang, bukan tak mungkin akan mengguncang strategi militer Israel. Kita sudah pernah lihat gesekan antara militer dan elit politik, dan itu bisa terjadi lagi,” ungkap Hanna.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa para pejuang kini memiliki kendali inisiatif. Bila pertempuran besar pecah dan pasukan Israel masuk dalam formasi divisi, maka “perburuan” akan jadi lebih luas dan lebih strategis.

“Perlawanan kini punya bank target yang kaya. Itu artinya, hasil tangkapan akan besar.”

Hanna menutup analisanya dengan penegasan bahwa perlawanan kini bukan pasukan gerilya biasa. Mereka adalah kombinasi antara pejuang muda dan veteran, yang bekerja dalam sistem militer penuh inovasi. Bahkan dengan logistik terbatas, mereka mampu mengatur strategi, mengeksekusi, hingga keluar dengan selamat.

Sementara itu, agresi brutal Israel belum berhenti. Serangan udara sejak dini hari Rabu ini menewaskan sedikitnya 80 warga Palestina, sebagian besar di Gaza bagian utara. Dunia mungkin diam, tapi perlawanan belum selesai.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here