Spirit of Aqsa- Analis militer dan strategis, Mayor Jenderal Wasif Ureqat, menyatakan, aksi perlawanan di wilayah Beit Hanoun menunjukkan kemampuan operasional yang tinggi dalam melemahkan pasukan Israel dan menyebabkan kerugian yang terus-menerus.
Dalam analisisnya terhadap operasi militer yang berlangsung di utara Jalur Gaza, Ureqat menjelaskan bahwa nilai strategis dari operasi perlawanan ini terletak pada kontinuitas dan kemampuannya memberikan tekanan militer secara berkelanjutan terhadap pasukan Israel.
Ia juga menyoroti keberhasilan perlawanan dalam memvariasikan taktik tempur, termasuk serangan sniper, peledakan bom rakitan, penargetan kendaraan militer, hingga penggunaan mortir di berbagai area.
Sebelumnya, Al Jazeera menayangkan cuplikan aksi gabungan Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, yang berhasil menewaskan lima tentara Israel dalam baku tembak dari jarak dekat di Kamp Jabalia, utara Gaza.
Pada Sabtu (23/12), Brigade Al-Qassam juga mengumumkan bahwa para pejuangnya dalam operasi di tengah Kamp Jabalia berhasil menewaskan tiga tentara Israel dengan serangan pisau, menyita senjata mereka, kemudian menyerbu sebuah rumah yang dijadikan tempat berlindung pasukan Israel. Dua tentara lainnya tewas di pintu rumah tersebut, sementara sisanya terlibat pertempuran dari jarak dekat.
Dampak Nyata
Mengenai kemampuan operasional, Ureqat menegaskan bahwa para pejuang perlawanan masih memegang kendali inisiatif di medan perang dengan terus menyerang tentara dan perwira Israel secara efektif.
Ia juga mencatat dampak signifikan dari operasi ini terhadap moral di dalam Israel, mengutip pernyataan Benny Gantz, pemimpin partai oposisi “Kamp Negara,” yang menyerukan penghentian perang. Selain itu, laporan harian Yedioth Ahronoth mengungkap bahwa sejumlah pemimpin militer Israel mendukung kesepakatan pertukaran tahanan dan penghentian operasi militer.
Terkait penurunan penggunaan beberapa jenis senjata seperti roket 107 dan peluru kendali Yasin, Ureqat menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh kondisi lapangan dan taktik yang digunakan.
Ia menekankan bahwa para pejuang memilih metode dan senjata tempur mereka berdasarkan peluang yang tersedia dan perubahan situasi di medan perang.
Ureqat menambahkan bahwa meskipun perlawanan Palestina bukanlah pasukan militer reguler dengan sumber daya penuh, mereka berhasil mengembangkan efektivitas operasional melalui kelompok-kelompok kecil yang bergerak dengan cepat.
Kelompok-kelompok ini mampu memanfaatkan keunggulan mereka untuk melawan kelemahan musuh, dengan memilih metode dan senjata yang tepat sesuai situasi, baik itu senjata ringan maupun senjata anti-tank.
Sumber: Al Jazeera