Dengan meningkatnya pembicaraan mengenai kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Gaza, para analis memiliki pandangan beragam tentang dampak dari kesepakatan ini, yang disebut mereka dibangun di atas istilah yang belum pasti.

Tekanan pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu semakin meningkat untuk melanjutkan kesepakatan yang sedang dibahas. Menurut laporan media Israel, sumber-sumber AS menyebutkan kesepakatan ini “dapat diterima oleh semua pihak.”

Sabtu malam, kepala Mossad dan Shabak serta perwakilan militer Israel dikirim ke Doha atas arahan Netanyahu, seiring laporan kemajuan dalam negosiasi tersebut, seperti dilaporkan Channel 13 Israel.

Menurut laporan tersebut, kesepakatan yang dibahas melibatkan beberapa tahap, termasuk pemulangan semua tawanan dengan jaminan bahwa Israel tidak akan kembali berperang.

Seorang pejabat Israel kepada Channel 12 menyatakan bahwa Presiden AS terpilih Donald Trump telah mulai terlibat langsung dalam isu ini dalam dua hari terakhir.

Negosiasi Nol HasilNamun, langkah-langkah awal ini tidak berarti kesepakatan sudah dekat, kata Dr. Hassan Mneimneh, peneliti di Institut Timur Tengah, Washington. Ia menilai bahwa keterlibatan Trump lebih sebagai upaya untuk menunjukkan kekuasaan sebelum resmi menjabat, sesuatu yang gagal dilakukan Joe Biden selama setahun penuh.

Menurut Mneimneh, negosiasi saat ini masih jauh dari jelas, seperti yang diberitakan media. “Ketidakpastian ini adalah strategi AS,” ujarnya dalam acara Masar al-Ahdath.

Ia menjelaskan bahwa AS menghindari komitmen pada kesepakatan yang secara eksplisit menghentikan perang, karena itu akan dianggap sebagai kemenangan Hamas dan kekalahan Israel. Sebaliknya, kesepakatan tanpa penghentian perang yang jelas akan dianggap kekalahan bagi Hamas.

Mneimneh juga menyatakan bahwa AS tidak memiliki visi untuk masa depan Gaza setelah perang. Sebaliknya, AS bekerja sama dengan Israel untuk mencegah otonomi atau kemerdekaan politik Palestina di Gaza maupun Tepi Barat.

Bahkan jika perang dihentikan, Trump cenderung mendukung agenda Israel, termasuk normalisasi hubungan regional dan memudahkan pengungsian warga Gaza dengan dalih kemanusiaan, tambahnya.

Kesepakatan Kian DekatDi sisi lain, Dr. Muhannad Mustafa, seorang pakar Israel, berpendapat bahwa tekanan internal dan Amerika membuat Netanyahu serius mencapai kesepakatan, bahkan jika itu berarti mengeluarkan blok politik Itamar Ben Gvir dari pemerintahannya.

Namun, Mustafa menyebut bahwa Netanyahu akan tetap menggunakan istilah “penghentian pertempuran,” bukan “penghentian perang,” karena istilah terakhir dapat meruntuhkan sayap kanan Israel. Sayap ini menganggap kemenangan mutlak berarti penyelesaian masa depan Gaza, bukan hanya pertempuran melawan Hamas.

Mustafa memprediksi bahwa Netanyahu akan menarik pasukan dari Gaza jika mendapat jaminan dari AS bahwa Israel dapat kembali kapan saja. Tanpa jaminan tersebut, penarikan dapat menjadi akhir karier politiknya.

Senada dengan itu, analis politik Dr. Ahmad al-Hila menyebut kesepakatan ini melibatkan penghentian pertempuran secara berkelanjutan dan penarikan bertahap dari Netzarim dan Filadelfi. Ia menyebut ini sebagai “perubahan posisi signifikan” dari Netanyahu, yang sebelumnya menolak pembahasan ini sama sekali.

Kesepakatan ini juga mencakup pembukaan perbatasan, pemberian bantuan kemanusiaan, dan penarikan pasukan Israel dari wilayah permukiman, meskipun belum ada kesepakatan mengenai tahap selanjutnya.

Menurut al-Hila, kesepakatan ini adalah kemenangan bagi perlawanan, khususnya bagi rakyat Palestina, karena membatasi hak Israel untuk kembali secara militer ke Gaza setelah peristiwa 7 Oktober 2023.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here