Parlemen Israel (Knesset) pada Rabu malam (10/9) menyetujui di pembacaan pertama sebuah rancangan undang-undang untuk menambah 30,8 miliar shekel (setara US$9,23 miliar) bagi pembiayaan perang di Gaza. Anggaran tambahan ini sebagian besar diarahkan ke sektor militer dan operasi keamanan.

Menurut laporan media ekonomi Calcalist, sebanyak 42 anggota Knesset mendukung RUU tersebut, sementara 37 menolak. Namun, rancangan ini masih membutuhkan dua pembacaan lanjutan untuk resmi menjadi undang-undang.

Keputusan itu diambil dalam sidang khusus yang digelar saat masa reses musim panas, sebagai bagian dari kompromi politik antara pemerintahan Benjamin Netanyahu dan dua partai ultra-Ortodoks: Shas serta United Torah Judaism (UTJ). Sebelumnya, kedua partai ini sempat keluar dari koalisi pada Juli lalu karena Netanyahu tak menepati janji untuk meloloskan undang-undang yang membebaskan kaum haredi dari wajib militer. Dalam kesepakatan baru, UTJ memilih absen, sementara Shas dengan 11 kursinya memberikan suara dukungan.

Sebagai imbalan, komite keuangan Knesset juga akan mengalirkan tambahan 80 juta shekel (US$24 juta) ke Kementerian Urusan Agama, menurut laporan Yedioth Ahronoth.

Biaya Perang Membengkak

Yedioth Ahronoth menulis, lonjakan anggaran ini dipicu biaya tak terduga, termasuk operasi militer melawan Iran pada Juni lalu serta pembelian senjata skala besar oleh militer Israel. Bahkan, sehari sebelumnya Knesset juga menyetujui kenaikan batas defisit anggaran dari 4,9% menjadi 5,2%, yang berarti defisit Israel semakin melebar.

Padahal, pada Maret lalu, Knesset sudah mengesahkan anggaran 2025 senilai 619 miliar shekel (US$185,5 miliar), dengan alokasi militer mencapai 110 miliar shekel (US$33 miliar). Namun, pertahanan kembali meminta tambahan hingga 60 miliar shekel (US$18 miliar), dengan alasan kebutuhan operasi besar seperti Arba’at Gideon (Kereta/Gerobak Gideon) di Gaza dan perang melawan Iran tidak masuk perhitungan awal.

Tambahan dana itu, menurut militer, diperlukan untuk mengisi ulang stok senjata yang menipis (dari rudal Arrow hingga ratusan kendaraan lapis baja) guna mendukung pasukan yang masih menggempur Gaza.

Operasi Gideon Gagal Capai Target

Namun ironisnya, dokumen internal yang bocor dan dilaporkan Channel 12 Israel awal September mengakui kegagalan operasi Arba’at Gideon (16 Mei–6 Agustus 2025). Operasi itu gagal memenuhi janji untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan tawanan.

Alih-alih mundur, pada 3 September militer meluncurkan Gideon 2, dengan target merebut Kota Gaza sepenuhnya. Operasi baru ini diperkirakan menelan biaya antara US$6–7,5 miliar, dan memicu protes di Israel karena dianggap mempertaruhkan nyawa tawanan dan tentara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here