Israel meningkatkan agresinya di Gaza dengan menargetkan warga Palestina secara langsung, setelah memperketat penutupan perbatasan sejak awal bulan ini dan melarang masuknya bantuan serta bahan makanan, bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian gencatan senjata.

Kemarin, Sabtu, tentara pendudukan Israel menyerang jurnalis dan pekerja kemanusiaan di Beit Lahia, Gaza utara, yang menyebabkan kesyahidan 10 orang. Sementara itu, serangan terus berlanjut terhadap penduduk di wilayah utara, timur, dan selatan Gaza.

Tindakan Israel ini menimbulkan pertanyaan tentang tujuan yang ingin dicapainya dan strategi yang akan digunakannya dalam menghadapi Gaza.

Tekanan untuk Memperoleh Konsesi

Sumber dari Hamas menyatakan bahwa eskalasi Israel merupakan bagian dari pelanggaran sistematis terhadap gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari lalu. Setelah fase pertama perjanjian berakhir, Israel meningkatkan serangannya, memperketat blokade, dan melakukan pembantaian, seperti yang terjadi di Beit Lahia.

Dalam pernyataan khusus kepada Al Jazeera Net, sumber tersebut menjelaskan bahwa tujuan utama dari eskalasi bertahap ini adalah menekan delegasi Palestina dalam negosiasi untuk menyerahkan kendali atas tawanan Israel yang ditahan oleh perlawanan.

Sumber tersebut juga menambahkan bahwa tekanan ini disertai dengan perang psikologis yang dilancarkan oleh Israel dan Amerika Serikat untuk melemahkan ketahanan rakyat Gaza yang sudah terkuras akibat perang dan blokade, serta menakut-nakuti mereka dengan ancaman kelaparan dan kembalinya perang.

Namun, menurutnya, perang Israel selama 470 hari di Gaza tidak berhasil mematahkan tekad Palestina atau memaksa mereka menyerah. Apa yang gagal dicapai Israel dengan perang, tidak akan mereka dapatkan melalui tekanan. Ia menegaskan bahwa pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata harus segera ditanggapi oleh para mediator untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

Sementara itu, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Israel tengah menyiapkan rencana untuk kembali berperang di Gaza, dengan menerapkan strategi eskalasi bertahap guna meningkatkan tekanan terhadap Hamas.

Tidak Ada Jaminan

Menurut analis politik Palestina, Iyad al-Qara, eskalasi Israel bertujuan untuk memperpanjang negosiasi demi kepentingan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu ingin membeli waktu hingga pengesahan anggaran negara di Knesset pada akhir bulan ini, karena kegagalannya dalam hal ini dapat menyebabkan jatuhnya pemerintahannya.

Al-Qara mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa Netanyahu menggunakan isu perundingan Gaza sebagai alat untuk memperpanjang masa jabatannya. Ia memahami bahwa memasuki tahap kedua perjanjian gencatan senjata dapat menyebabkan keluarnya Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dari pemerintah, yang akan mempercepat keruntuhannya.

Tekanan dari AS dan keluarga tawanan Israel agar kesepakatan gencatan senjata segera diselesaikan memaksa Netanyahu untuk mempertimbangkan langkahnya dengan hati-hati agar situasi di lapangan tidak semakin memburuk.

Menurut al-Qara, Netanyahu berusaha meyakinkan publik Israel bahwa eskalasi bertahap ini adalah bentuk tekanan terhadap Hamas untuk bernegosiasi di bawah ancaman serangan. Namun, ia juga mengakui bahwa tidak ada jaminan situasi di lapangan tidak akan lepas kendali.

Ancaman Kembali ke Perang

Analis politik Palestina, Yasser Abu Hein, menilai bahwa Israel ingin menunjukkan dominasinya di Gaza meskipun telah menghentikan serangan besar-besaran. Ini dilakukan dengan serangan udara, penutupan perbatasan, dan hukuman kolektif terhadap warga Palestina.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera Net, Abu Hein menjelaskan bahwa Israel selalu menggunakan tekanan militer selama negosiasi. Setiap kali perundingan dimulai, Israel meningkatkan serangan untuk memaksakan kehendaknya.

Ia menambahkan bahwa Israel ingin mengirim pesan bahwa jika Hamas tidak menerima tuntutannya, perang bisa kembali terjadi, dan mereka siap menggunakan kekuatan untuk menundukkan Hamas.

Abu Hein memperkirakan bahwa Israel akan terus menggunakan tekanan militer untuk mendapatkan keuntungan dalam negosiasi tidak langsung dengan Hamas, tetapi tetap dalam skala terbatas agar situasi tidak berkembang menjadi eskalasi penuh.

Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel mengumumkan bahwa Netanyahu mengadakan pertemuan mendalam mengenai isu tawanan, dengan melibatkan para menteri, tim negosiasi, dan pejabat keamanan. Setelah pertemuan, ia memberikan instruksi untuk melanjutkan negosiasi berdasarkan proposal yang diajukan oleh utusan AS, Stephen Whitcoff, yang mencakup pembebasan 11 tawanan Israel yang masih hidup dan beberapa lainnya yang telah meninggal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here