Spirit of Aqsa– Di sebuah pusat pengungsian di Kamp Nusairat, Gaza tengah, seniman Palestina Rana Saidam membantu seorang gadis belajar seni lukis. Itu merupakan bagian dari kegiatan pendidikan yang diadakan secara mandiri untuk meredakan dampak pembantaian.
Saidam (25 tahun) menemukan bahwa melukis dan mengajarkan seni ini kepada orang lain merupakan cara efektif untuk melarikan diri dari kondisi kehidupan yang sulit akibat pembantaian yang telah berlangsung sejak 7 Oktober 2023.
Baru-baru ini, dia meluncurkan inisiatif ini bekerja sama dengan pengelola pusat penampungan setelah rumahnya di Nusairat hancur akibat serangan.
Menghilangkan Energi Negatif
Saidam percaya inisiatif ini membantu menghilangkan energi negatif pada para pengungsi, terutama anak-anak, serta mengurangi ketegangan dan tekanan psikologis yang mereka alami akibat pembantaian.
Inisiatif ini mendapat sambutan baik dari para pengungsi di pusat penampungan, khususnya anak-anak, yang jarang memiliki kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pendidikan atau rekreasi.
Di salah satu ruangan pusat penampungan, pengungsi termasuk anak-anak melukis dengan bantuan Saidam dalam suasana yang penuh keceriaan. Sambil duduk bersama mereka, Saidam mengatakan, “Saya merasa sangat putus asa dan kehilangan semangat untuk melukis selama pengungsian.”
Namun, setelah beberapa waktu, ia berpikir untuk menghilangkan rasa putus asa dan menghibur anak-anak dengan meluncurkan kursus seni lukis. Ia berhasil mengajarkan seni lukis kepada sejumlah pengungsi, yang kini mampu menghasilkan lukisan yang indah.
Inisiatif ini juga membantunya mengembalikan semangat untuk melukis dan mengisi dirinya dengan energi positif.
Lukisan yang Mewakili Pembantaian
Para pengungsi menggunakan lukisan untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan. Hal itu membantu mengurangi tekanan psikologis. Pembantaian tercermin dalam lukisan-lukisan yang sebagian besar menunjukkan kesedihan dan menggambarkan kehancuran serta tragedi yang dialami penduduk Gaza.
Menurut Saidam, setiap orang di Gaza memiliki cerita atau pengalaman yang dapat mereka sampaikan, baik melalui tulisan, lukisan, nyanyian, atau berbicara. Namun, Saidam menghadapi banyak tantangan, termasuk kesulitan mendapatkan alat melukis karena blokade dan harga yang tinggi.
Harapan di Tengah Kesulitan
Saidam berharap pembantaian segera berakhir, penyeberangan dibuka, dan rekonstruksi Gaza dimulai sehingga penduduk bisa kembali hidup normal dan merasa aman lagi. Saat ini, sekitar dua juta pengungsi Palestina di pusat-pusat penampungan di Gaza hidup dalam kondisi yang sulit, kekurangan makanan, air, dan fasilitas kebersihan yang memadai.
Zein Abu Aida, salah satu pengungsi yang mengikuti inisiatif belajar melukis. Dia mengatakan, seni lukis menjadi alat untuk menghilangkan energi negatif dan melarikan diri dari realitas perang yang pahit.
“Inisiatif ini membantu mengurangi kesulitan hidup dan mengalihkan pikiran dari kehancuran dan serangan yang terus terjadi,” katanya.
Abu Aida menekankan, belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan baru menciptakan semangat perlawanan terhadap upaya Israel menghancurkan kehidupan rakyat Palestina. “Dengan cara ini, kami menunjukkan bahwa kami masih hidup dan membawa penderitaan kami ke dunia melalui seni lukis,” tambahnya.
Ia meminta masyarakat internasional segera bertindak untuk menghentikan perang Israel yang menghancurkan. “Bukankah cukup sembilan bulan pembunuhan dan kehancuran? Mengapa kami harus hidup dalam kondisi ini sementara dunia lainnya hidup normal?” katanya.