Spirit of Aqsa, Jakarta – Pemerintah penjajah Israel berencana melakukan aneksasi Tepi Barat dan Lembah Yordan untuk memperluas ‘kedaulatannya’ berdasarkan proposal perdamaian Donald Trump.

Proposal perdamaian Trump menguntungkan penjajah Israel karena memberikan lampu hijau kepada Israel untuk mencaplok 30 persen permukiman ilegal yang sudah berdiri di Tepi Barat, dan ini termasuk Lembah Yordan.

Rencana yang diumumkan pada Januari, mengusulkan untuk mendirikan negara Palestina yang di-demiliterisasi di kantong-kantong wilayah Palestina yang saling terpisah.

Ini tidak termasuk Yerusalem Timur yang diduduki, yang diimpikan Otoritas Palestina (PA) sebagai ibu kota negara masa depan.

Sekilas tentang aneksasi Tepi Barat

Aneksasi adalah istilah yang digunakan ketika suatu negara secara sepihak menggabungkan wilayah lain dalam perbatasannya.

Menganeksasi Lembah Yordan berarti Israel akan secara resmi menganggapnya bagian dari negaranya.

“Hukum internasional sangat jelas: Penambahan dan penaklukan wilayah dilarang oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Michael Lynk, pakar independen PBB tentang hak asasi manusia di wilayah Palestina, seperti dikutip dari Al Jazeera, 29 Juni 2020.

Tepi Barat dipandang sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional, membuat semua permukiman Yahudi di sana, atau rencana aneksasi, akan dianggap ilegal.

AS telah menolak konsensus bahwa permukiman Israel di tanah Palestina adalah ilegal.

“Keputusan tentang Israel yang memperluas kedaulatan ke tempat-tempat itu adalah keputusan yang harus dibuat oleh orang Israel,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pekan lalu.

Apa reaksi internasional?

PBB dan Uni Eropa mengatakan rencana itu mengancam kemungkinan mencapai kesepakatan damai dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama.

Negara-negara Arab juga telah memperingatkan bahwa aneksasi yang direncanakan dapat mempengaruhi keamanan di wilayah tersebut.

Apa konsekuensi bagi Palestina?

Aneksasi Israel yang direncanakan akan membuat orang-orang Palestina kehilangan tanah pertanian dan sumber daya air, terutama di wilayah Lembah Yordan.

Aneksasi juga akan secara efektif mematikan solusi dua negara untuk konflik Arab-Israel yang didasarkan pada gagasan tanah untuk perdamaian.

Tetapi banyak orang Palestina akan berpendapat bahwa aneksasi hanyalah formalitas untuk apa yang telah terjadi di tanah di Tepi Barat yang diduduki selama bertahun-tahun.

Peningkatan pembangunan permukiman selama beberapa tahun terakhir, bersamaan dengan jalan khusus permukiman Yahudi yang menghubungkan dengan Israel, telah memecah kota dan desa Palestina yang kini menjadi kantong-kantong yang saling terpecah.

Bagaimana reaksi kepemimpinan Palestina?

Mohammad Shtayyeh, perdana menteri Otoritas Palestina (PA), menyebut rencana aneksasi sebagai ancaman eksistensial dan mengatakan Palestina akan merespons dengan tindakan mereka sendiri.

Pada Mei 2019, PA mengatakan akan membatalkan semua perjanjian bilateral dengan Israel dan AS.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki memperingatkan bahwa pencaplokan akan menjadi kejahatan dan berdampak langsung.

Pemerintah Hamas yang bermarkas di Gaza menyerukan persatuan di antara warga Palestina dan aksi perlawanan populer terhadap rencana Israel untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki. Sayap perlawanan Hamas mengatakan aneksasi berarti deklarasi perang Israel terhadap Palestina.

Risiko aneksasi Tepi Barat bagi Israel

Aneksasi Tepi Barat akan membuat wilayah pendudukan Israel semakin luas, tetapi bukan berarti Israel menjadi lebih aman.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbad mengancam akan membubarkan Otoritas Palestina jika Israel bergerak maju.

Mahmoud Abbas juga mengatakan pasukan keamanan PA akan menyerahkan semua senjatanya ke militer Israel (IDF) jika Israel bergerak maju dengan rencana aneksasi Tepi Barat dan Lembah Yordan.

Abbas mengatakan senjata akan dikirim pasukan keamanan PA ke Markas IDF di Yudea dan Samaria dekat Bet El, dan semua tanggung jawab untuk keamanan di wilayah tersebut akan diserahkan ke Israel, menurut Kan 11 News pada Sabtu malam.

Ynetnews, mengutip sumber pemerintahan Palestina, mengatakan bahwa PA telah menyiapkan berbagai skenario mengenai potensi kejatuhan dari aneksasi Israel.

Menurut skenario, pencaplokan akan memicu peningkatan penembakan, penikaman dan serangan lain terhadap target Israel terutama di seluruh Garis Hijau dan bukan di Tepi Barat.

Para pejabat Palestina yang melihat skenario ini mengatakan ada asumsi bahwa Hamas atau Jihad Islam akan mencoba melakukan pengeboman bunuh diri sebagai pembalasan atas aneksasi Tepi Barat.

“Ini akan menjadi skenario di mana orang tidak akan lagi peduli apakah mereka hidup atau mati, dan karena itu beberapa akan lebih memilih untuk mati sebagai syahid (dalam serangan bunuh diri),” kata sumber PA.

Sumber menekankan bahwa PA akan melonggarkan keamanan secara signifikan setelah aneksasi Tepi Barat diumumkan.

Times of Israel melaporkan Amerika Serikat belum merestui aneksasi karena bisa menjauhkan Palestina dari negosiasi perdamaian.

Ada juga kekhawatiran perlawanan Yordania yang memiliki perjanjian damai dengan Israel jika aneksasi Tepi Barat tetap dilakukan. (Admin/Tempo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here