Spirit of Aqsa, Palestina- Jurnalis Amerika, Jeremy Schaill, di media The Interrest menegaskan, suprise attack Hamas pada 7 Oktober tidak bisa dijadikan pembenaran serangan Israel untuk membumihanguskan Jalur Gaza. Kampanye Israel itu bertentangan secara moral maupun hukum.
“Serangan Hamas tidak membenarkan apa yang dilakukan Israel terhadap penduduk sipil di Gaza, yang lebih dari 18.000 orang menjadi martir dalam 60 hari, dan tidak ada apa pun yang membenarkan pembunuhan anak-anak dalam skala besar,” demikian Jeremy dalam tulisannya di Interrest, dikutip dari Aljazeera, Rabu (13/12).
Dia menegaskan, apa yang dilakukan Israel jauh melebihi prinsip-prinsip dasar apa pun yang berkaitan dengan proporsionalitas atau legalitas. Pembelaan diri Israel tidak dapat dipertahankan.
“Namun, Biden dan pejabat AS lainnya terus membela ‘yang tidak dapat dipertahankan’ dengan mengemukakan gagasan mereka yang ‘ketinggalan zaman dan memutarbalikkan’ tentang hak Israel untuk membela diri,” ujar Jeremy.
Menurut Jeremy, pembenaran ini hanya untuk kepentingan Israel saja, karena Palestina tidak bisa melakukan tindakan militer dengan daya hancur seperti yang terjadi di Jalur Gaza saat ini.
“Palestina tidak mempunyai tentara, angkatan laut, atau angkatan udara, dan tidak ada negara yang kuat untuk memasok peralatan militer terbaru dan paling mematikan. Negara ini tidak mempunyai ratusan senjata nuklir,” ungkap Jeremy.
Menurutnya, Israel dapat menghancurkan Jalur Gaza dan penduduknya “karena Amerika Serikat memfasilitasinya, secara politik dan militer.”